Kehilangan tumbler yang dialami seorang pengguna KRL pernah menjadi perbincangan besar. Unggahannya yang sederhana berubah menjadi topik yang menarik perhatian banyak orang. Ada yang membela. Ada yang marah. Ada yang merasa kasihan. Ada yang menganggap masalah ini tidak perlu dibesarkan.
Fenomena ini terlihat kecil, namun reaksi yang muncul cukup kuat. Dari sudut pandang biopsikologi hal ini dapat dijelaskan dengan cara otak memproses ancaman serta tekanan sosial.
Kenapa Kasus Sederhana Bisa Memicu Emosi Besar
Emosi muncul ketika otak menilai bahwa ada sesuatu yang mengganggu rasa aman atau posisi sosial. Ancaman tidak selalu berbentuk bahaya fisik. Ancaman dapat datang dari rasa malu atau rasa takut disalahkan. Manusia membutuhkan hubungan sosial yang stabil sehingga evaluasi dari orang lain dapat memengaruhi emosi.
Kehilangan barang di tempat umum juga memicu rasa tidak pasti. Ketidakpastian ini membuat otak lebih sensitif. Otak berusaha memahami apakah kejadian itu akan berdampak pada reputasi atau hubungan sosial.
Amigdala dan Reaksi Emosional yang Muncul Cepat
Struktur otak yang pertama bereaksi dalam situasi menekan adalah amigdala. Amigdala bertugas mendeteksi ancaman. Ketika seseorang merasa kehilangan atau khawatir dinilai buruk amigdala mengaktifkan respons darurat. Tubuh kemudian muncul rasa gelisah.
Amigdala bereaksi sangat cepat. Respons emosi dapat muncul sebelum seseorang sempat berpikir jernih. Dalam kasus tumbler rasa panik dapat muncul karena amigdala menilai situasi tersebut berisiko. Kehilangan barang dapat terasa berat ketika ada ketakutan akan penilaian sosial.
Amigdala juga sensitif terhadap hal yang menyangkut harga diri. Ketika seseorang merasa tidak diperlakukan dengan baik atau merasa dirinya berada pada posisi yang terpojok amigdala menilai hal itu sebagai ancaman. Aktivitas ini membuat emosi naik meskipun peristiwanya terlihat sederhana.
Prefrontal Cortex dan Kenapa Kita Sulit Tenang Saat Tertekan
Prefrontal cortex atau PFC berfungsi menenangkan dan membantu seseorang memikirkan keputusan dengan rasional. Namun PFC bekerja lebih lambat dibanding amigdala. Ketika emosi sedang tinggi PFC sering kehilangan efektivitas. Kondisi ini membuat seseorang lebih mudah mengambil tindakan impulsif.
Tekanan sosial memperberat kerja PFC. Ketika seseorang merasa menjadi pusat perhatian berpikir jernih menjadi semakin sulit. PFC yang seharusnya membantu mengendalikan emosi tidak dapat bekerja optimal ketika beban pikiran meningkat.
Situasi seperti itu dapat menjelaskan mengapa seseorang terlihat panik bahkan ketika peristiwanya tidak besar. PFC membutuhkan waktu agar dapat menilai situasi secara tenang. Namun tekanan yang kuat membuat proses ini terhambat.
dACC dan Rasa Tidak Nyaman Saat Dinilai Publik
Ada bagian otak lain yang memproses emosi sosial yaitu dACC. Bagian ini aktif ketika seseorang merasa malu, disalahkan, atau ditekan. Aktivitas dACC menimbulkan sensasi yang mirip dengan rasa sakit.
Ketika unggahan pribadi berubah menjadi konsumsi publik dACC dapat menjadi lebih aktif. Perubahan ini membuat seseorang merasa tidak nyaman karena merasa dinilai banyak orang. Semakin besar perhatian publik semakin besar tekanan yang dirasakan.
Dalam kasus tumbler dACC dapat memproses situasi ini sebagai ancaman terhadap reputasi. Hal ini membuat pengalaman sosial terasa berat meskipun tidak ada bahaya fisik.
Kenapa Reaksi Publik Bisa Ikut Meledak?
Reaksi publik dalam kasus ini tidak terlepas dari mekanisme biologis yang sama. Banyak orang merasa kasus ini berkaitan dengan keadilan. Ketika seseorang melihat situasi yang dianggap tidak tepat otak memprosesnya sebagai ancaman terhadap norma sosial. Hal ini dapat memicu moral outrage.
Moral outrage dapat menyebar cepat karena otak manusia peka terhadap emosi orang lain. Ketika seseorang melihat komentar marah atau kecewa ia lebih mudah ikut merasakan hal tersebut. Situasi yang awalnya kecil dapat berubah menjadi diskusi yang besar.
Hal ini menunjukkan bahwa emosi tidak hanya terjadi pada individu yang terlibat langsung. Emosi dapat muncul pada orang yang melihat dan menilai peristiwa tersebut.
Pelajaran dari Cara Otak Memproses Tekanan Sosial
Kasus tumbler memberi gambaran bahwa emosi tidak pernah lepas dari kerja otak. Amigdala bereaksi cepat. PFC berusaha menenangkan. dACC memproses tekanan sosial. Ketika ketiganya tidak seimbang emosi menjadi sulit dikendalikan.
Memahami cara kerja otak dapat membantu seseorang menilai ulang reaksi yang muncul ketika menghadapi tekanan. Dengan memberi jeda sebelum merespons seseorang memberi kesempatan bagi PFC untuk bekerja. Jeda kecil dapat membantu seseorang mengurangi tindakan impulsif. Pemahaman ini dapat menjadi dasar untuk merespons situasi sosial dengan lebih tenang.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”


































































