Di pesisir utara Jawa, Muara Gembong menjadi salah satu titik paling rawan abrasi. Setiap tahunnya, garis pantai di kawasan ini mundur antara sepuluh hingga dua puluh meter. Lahan yang dulu bisa dipakai untuk bertani atau beternak ikan kini hilang ditelan laut. Di balik kerusakan itu, ada satu penyebab utama: hutan mangrove yang hilang akibat alih fungsi lahan. Akibatnya, benteng alami yang seharusnya menahan gempuran ombak justru lenyap, membuat pesisir semakin rapuh.
Abrasi bukan hanya soal hilangnya daratan, tetapi juga soal hilangnya habitat bagi biota laut. Ikan, udang, dan kepiting yang selama ini bergantung pada akar mangrove kehilangan tempat untuk hidup dan berkembang biak. Nelayan kehilangan sumber tangkapan, masyarakat kehilangan sumber pangan, dan lingkungan kehilangan salah satu ekosistem paling penting di bumi.
Kondisi inilah yang melatarbelakangi Aksi Sobat Bumi Jilid 1, sebuah gerakan yang digagas oleh Universitas Pertamina dengan dukungan Pertamina Foundation. Pada 30 Agustus 2025, ratusan mahasiswa, dosen, mitra, dan warga sekitar turun langsung ke Muara Gembong untuk menanam 1200 bibit mangrove. Kegiatan ini bukan sekadar penanaman pohon, tetapi bagian dari program besar bertajuk “Bumiku Asri, Pangan Berdikari” yang bertujuan mengembalikan fungsi ekosistem pesisir sekaligus menguatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan.
Perjalanan menuju lokasi penanaman berlangsung sejak pagi dini hari. Para peserta berkumpul, melakukan registrasi, lalu berangkat ke Muara Gembong. Setibanya di Muara Gembong, para peserta mendapat arahan teknis bagaimana cara menanam bibit mangrove agar mampu bertahan. Dengan kaki terendam lumpur, bibit ditancapkan satu per satu. Suasana yang melelahkan berubah menjadi pengalaman berharga, karena setiap pohon kecil yang ditanam membawa harapan baru bagi masa depan pesisir.
Penanaman ini memperlihatkan betapa besar peran mangrove dalam kehidupan manusia. Akar-akar kokohnya mampu menahan tanah agar tidak hanyut, daunnya menjadi rumah bagi burung, dan perairan di sekitarnya menjadi tempat ikan serta udang tumbuh. Lebih dari itu, hutan mangrove juga disebut sebagai salah satu penyerap karbon terbaik di dunia. Kemampuannya menyerap karbon dioksida jauh lebih tinggi dibandingkan hutan tropis di daratan, sehingga berkontribusi besar dalam mitigasi perubahan iklim.
Manfaat keberadaan mangrove juga dirasakan langsung oleh masyarakat Muara Gembong. Lahan mangrove berpotensi dikembangkan menjadi kawasan ekowisata, membuka peluang usaha baru dan meningkatkan pendapatan warga. Maka, penanaman mangrove tidak hanya soal menyelamatkan lingkungan, tetapi juga soal memperkuat ekonomi lokal.
Aksi ini tidak akan berjalan tanpa kerja sama banyak pihak. Universitas Pertamina sebagai penggagas program berperan besar dalam menggerakkan mahasiswa dan membawa misi edukasi lingkungan. Pertamina Foundation mendukung penuh kegiatan sebagai wujud kepedulian korporasi terhadap keberlanjutan bumi. Yang tak kalah penting adalah keterlibatan Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) yang ikut mendampingi. KNTI menjadi pengingat bahwa nelayan adalah kelompok yang menjadi garda depan dalam menjaga kelestarian laut.
Masyarakat sekitar Muara Gembong pun tidak tinggal diam. Mereka terlibat langsung dalam proses penanaman, sekaligus mendapat edukasi tentang bagaimana merawat bibit agar bisa tumbuh menjadi hutan. Kesadaran masyarakat adalah kunci, sebab tanpa peran mereka, bibit yang sudah ditanam bisa saja mati sebelum sempat tumbuh besar. Dengan melibatkan masyarakat, kegiatan ini tidak hanya sekadar aksi seremonial, tetapi benar-benar menjadi gerakan yang berkelanjutan.
Dampak dari kegiatan ini memang tidak akan terlihat instan. Seribu dua ratus bibit mangrove membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk tumbuh besar dan membentuk hutan yang lebat. Namun setiap pohon kecil adalah investasi jangka panjang. Bibit yang hari ini ditanam akan menjadi benteng alami yang melindungi garis pantai, memberi tempat hidup bagi biota laut, sekaligus membantu dunia menghadapi krisis iklim.
Dengan kerja sama antara perguruan tinggi, yayasan, komunitas nelayan, dan masyarakat, kegiatan ini melahirkan optimisme baru. Mangrove yang ditanam hari itu adalah simbol harapan, bahwa pesisir bisa kembali asri, nelayan bisa kembali sejahtera, dan generasi mendatang masih bisa menikmati laut yang lestari. Dari Muara Gembong, sebuah pesan penting disuarakan: menjaga alam bukan tugas segelintir orang, melainkan tanggung jawab bersama. Menanam mangrove bukan hanya menanam pohon, melainkan menanam masa depan.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”