Nongkrong sudah lama menjadi kebiasaan akrab di kalangan anak muda Indonesia. Dulu, aktivitas ini berlangsung sederhana di angkringan atau warung kopi sambil berbincang santai. Namun beberapa tahun terakhir, kebiasaan itu berubah drastis. Nongkrong bergeser dari ruang santai menjadi bagian dari gaya hidup yang tidak bisa dilepaskan dari teknologi, media sosial, dan secara halus relasi kekuasaan yang bekerja di balik kehidupan anak muda.
Perubahan ini paling terlihat dari tempat yang dipilih. Coffee shop dan coworking space menjadi “ruang publik baru” bagi generasi muda. Namun ruang publik ini bukan ruang yang netral. Di dalamnya, terdapat kekuasaan yang bekerja entah dari bagaimana café menentukan harga, menentukan suasana, hingga membentuk standar gaya hidup yang dianggap “kekinian”. Anak muda yang nongkrong di tempat-tempat seperti ini tanpa sadar masuk ke dalam arus budaya yang diproduksi oleh pemilik modal dan industri gaya hidup. Ruang nongkrong menjadi ruang konsumsi, dan konsumsi adalah bentuk kekuasaan yang membentuk perilaku.
Media sosial memperkuat relasi kekuasaan tersebut. Platform seperti Instagram dan TikTok tidak hanya menjadi tempat berbagi konten, tetapi juga alat yang mengarahkan selera publik. Banyak anak muda akhirnya memilih tempat nongkrong berdasarkan seberapa estetik tempat itu di kamera sebuah bentuk “kekuasaan visual”. Mereka akan mengikuti arus tren yang sebenarnya dikendalikan oleh algoritma dan promosi para kreator atau brand. Dan hasilnya, nongkrong berubah menjadi kegiatan membangun citra diri. Kekuasaan ini tidak lagi berada pada individu, melainkan pada sistem digital yang menentukan apa yang layak diunggah, dilihat, dan dirayakan.
Kekuasaan lain yang bekerja adalah tekanan sosial di antara sesama anak muda. Pilihan tempat nongkrong menjadi penanda identitas. Ada hierarki yang tak kasatmata seperti nongkrong di kafe estetik dianggap lebih “berkelas” dibandingkan nongkrong di tempat biasa. Anak muda yang tidak mengikuti tren sering dianggap “ketinggalan zaman”. Inilah bentuk kekuasaan sosial yang halus bukan dengan paksaan, tetapi lewat norma dan standar yang diciptakan oleh kelompok sebaya serta budaya populer.
Di sisi lain, perubahan ini tidak selalu negatif. Coffee shop dan coworking space juga menyediakan ruang aman dan produktif untuk bekerja, belajar, dan berjejaring. Banyak komunitas kreatif lahir dari pertemuan semacam ini. Namun tetap saja, ruang-ruang tersebut dibentuk oleh kepentingan ekonomi. Ketika harga minuman rata-rata belasan hingga puluhan ribu rupiah, akses terhadap ruang kreatif ini secara tidak langsung dikendalikan oleh kemampuan finansial. Di sini, kekuasaan ekonomi menentukan siapa yang bisa menikmati ruang dan siapa yang harus mencari alternatif lain yang lebih terjangkau.
Fenomena ini sangat terasa di kota-kota besar. Kafe dipenuhi mahasiswa saat musim ujian, sementara tempat-tempat viral mendadak ramai karena dipromosikan oleh kreator yang mendapat keuntungan dari popularitasnya. Coworking space tumbuh pesat karena gaya kerja fleksibel kini menjadi standar di banyak sektor. Semua ini menunjukkan bahwa budaya nongkrong tidak hanya mengikuti tren, tetapi juga mengikuti alur kekuasaan yang tercipta dari industri kreatif, kapital, dan platform digital.
Meski demikian, perubahan ini tidak perlu disikapi dengan pesimisme. Nongkrong tetap akan bertransformasi mengikuti zaman. Yang perlu disadari adalah bahwa aktivitas ini tidak pernah benar-benar bebas dari pengaruh kekuasaan baik itu kekuasaan ekonomi, sosial, maupun teknologi. Kesadaran atas hal ini penting agar anak muda tetap mampu menentukan pilihan mereka sendiri, bukan sekadar ikut arus tren yang dibentuk oleh pasar atau media sosial.
Pada akhirnya, nilai nongkrong tidak ditentukan oleh seberapa mahal tempatnya atau seberapa estetik foto yang diunggah. Yang lebih penting adalah kualitas percakapan dan kehangatan interaksi. Anak muda boleh memanfaatkan ruang modern, tetapi tetap harus kritis agar tidak terjebak dalam tekanan konsumtif dan permainan kekuasaan yang tak terlihat. Selama mereka tetap memegang kendali, nongkrong akan selalu menjadi ruang sosial yang hidup, lentur, dan bermakna.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































