Modernisasi beragama muncul sebagai respons umat Islam terhadap perkembangan teknologi dan perubahan cara manusia beraktivitas. Dua contoh yang sering ditemukan ialah penggunaan aplikasi Al-Qur’an digital dan layanan zakat online. Artikel ini membahas bagaimana Al-Qur’an dan hadis memandang modernisasi dalam praktik beragama, khususnya terkait pemanfaatan teknologi tanpa mengubah nilai dasar syariat. Pembahasan ayat menggunakan penjelasan dari tafsir Ibn Katsir dan Al-Maraghi, sedangkan rujukan hadis berasal dari Riyadus Shalihin dan Bulughul Maram. Hasil kajian menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi sarana kebaikan selama membantu umat menjalankan ibadah dengan lebih mudah, menjaga ketertiban sosial, serta tidak mengubah prinsip akidah dan ibadah pokok. Dengan pemahaman yang tepat, modernisasi dapat berjalan berdampingan dengan kemurnian ajaran Islam.
Kata kunci: moderasi beragama, Al-Qur’an, hadis, modernisasi, teknologi digital.
Pendahuluan
Modernisasi, media sosial, dan perubahan cara orang berinteraksi membuat isu moderasi beragama semakin penting dibicarakan. Masyarakat kini hidup dalam ruang yang sangat terbuka, di mana perbedaan keyakinan, budaya, dan pandangan muncul dengan cepat. Di tengah kondisi seperti ini, cara seseorang memahami dan menjalankan agama berpengaruh besar terhadap hubungan sosial. Moderasi menjadi jembatan agar agama tetap berjalan dengan baik tanpa menimbulkan gesekan yang tidak perlu.
Banyak konflik sosial sebenarnya lahir bukan dari ajaran agama itu sendiri, tetapi dari cara sebagian orang menafsirkan atau menyampaikan agama dengan nada keras. Di sinilah moderasi hadir sebagai sikap yang menempatkan agama secara seimbang. Moderasi tidak mengurangi keyakinan, tetapi membantu seseorang menjalankan ajaran dengan lebih bijak. Hal ini penting terutama bagi generasi muda yang setiap hari terpapar berbagai narasi agama dari internet tanpa penyaringan yang memadai.
Indonesia, sebagai negara dengan beragam latar belakang keagamaan, memerlukan pemahaman keagamaan yang damai dan adaptif. Moderasi bukan berarti mencampurkan ajaran atau mengendurkan prinsip keimanan, melainkan menjaga agar seseorang tetap teguh tetapi tidak ekstrem. Prinsip ini selaras dengan ajaran Islam sejak awal. Al-Qur’an dan hadis memberikan landasan tentang bagaimana menjalankan agama dengan adil, proporsional, dan penuh kearifan dalam menghadapi perbedaan.
Selain sebagai wacana sosial, moderasi juga menjadi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang memiliki pemahaman agama yang utuh dan tidak tergesa-gesa dalam menilai orang lain, hubungan antarwarga akan berjalan lebih sehat. Karena itu, memahami moderasi melalui dasar nash Al-Qur’an dan sunnah Nabi menjadi langkah penting untuk memperkuat harmoni kehidupan beragama.
Pembahasan
Moderasi Beragama dalam Al-Qur’an
Landasan utama moderasi beragama dalam Islam terdapat dalam QS. Al-Baqarah:143:
(وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا )
“Dan demikianlah Kami jadikan kalian sebagai umat pertengahan (ummatan wasathan).”
Ibn Katsir menafsirkan kata wasathan sebagai umat yang adil dan terbaik, yaitu umat yang tidak cenderung pada ekstrem kanan atau kiri. Posisi tengah ini menjadikan umat Islam layak menjadi saksi bagi umat lain. Tafsir Al-Maraghi menambahkan bahwa kata wasath berarti tempat berkumpulnya nilai-nilai utama. Umat Islam diperintahkan untuk memegang ajaran secara proporsional, tidak keras secara berlebihan dan tidak pula longgar.
Moderasi juga tercermin dalam QS. Al-Mujadilah:11:
( يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍ)
“Allah meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang berilmu beberapa derajat.”
Ibn Katsir menjelaskan bahwa orang yang berilmu mampu memahami agama dengan matang sehingga tidak mudah terjebak pada fanatisme. Ilmu membuat seseorang lebih tenang, tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, dan tidak mudah menuduh kelompok lain sesat.
Prinsip moderasi juga tampak dalam QS. An-Nahl:125:
( ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ )
“Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.”
Al-Maraghi menjelaskan bahwa hikmah berarti kemampuan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dakwah yang penuh kelembutan dan ketepatan merupakan ciri penting moderasi yang sudah diajarkan Al-Qur’an sejak awal.
Moderasi Beragama dalam Hadis
Salah satu hadis penting terkait moderasi diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas. Nabi bersabda:
« إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ »
(Sunan an-Nasa’i No. 3057; shahih menurut Al-Albani)
“Hati-hatilah kalian dari sikap berlebihan dalam agama, karena umat sebelum kalian binasa akibat sikap berlebihan itu.”
Hadis ini menjadi peringatan langsung bahwa ekstremisme bukan bagian dari ajaran Islam.
Hadis lain dari Abu Hurairah dalam Shahih Bukhari No. 39 menyatakan:
« إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ »
“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah seseorang memaksakan diri dalam agama, kecuali ia akan kalah.”
Hadis ini menegaskan bahwa Islam tidak meminta umatnya berlebihan hingga melebihi batas kemampuannya.
Hadis berikut diriwayatkan Anas bin Malik dalam Musnad Ahmad No. 13027:
« خَيْرُ الْأُمُورِ أَوْسَطُهَا »
“Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahan.”
(Hasan menurut Syuaib Al-Arnauth)
Tiga hadis ini secara bersama menunjukkan bahwa moderasi bukan konsep baru, tetapi bagian asli dari ajaran Nabi.
Urgensi Moderasi Beragama dalam Kehidupan Sekarang
Dalam kehidupan modern, kesalahpahaman agama sering muncul dari potongan ceramah, opini media sosial, atau narasi yang tidak lengkap. Moderasi membantu masyarakat untuk tidak mudah terseret ke pemahaman ekstrem. Generasi muda memerlukan pendampingan agar mampu memahami agama secara dewasa, bukan berdasarkan emosi atau tekanan kelompok.
Moderasi juga penting bagi stabilitas sosial. Ketika seseorang menjalankan agama dengan sikap tenang, tidak mudah memaksakan pandangannya, dan mau berdialog, maka hubungan antarwarga akan lebih aman. Dalam skala yang lebih luas, moderasi mencegah radikalisme yang mengancam keamanan negara. Konsep ini menjadi bagian penting bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa.
Moderasi dalam Kehidupan Sehari-Hari
Moderasi terlihat dari perilaku sederhana: tidak mudah menghakimi orang lain, mampu menghargai perbedaan, dan selalu memilih komunikasi yang menenangkan ketika ada perbedaan pandangan agama. Seseorang yang memahami agama secara utuh akan berhati-hati dalam menyampaikan pendapat agar tidak menimbulkan konflik. Moderasi bermula dari cara berpikir sebelum akhirnya tercermin dalam sikap.
Peran Pemerintah dalam Menguatkan Moderasi
Pemerintah mendukung moderasi melalui pendidikan, kebijakan toleransi, dan program dialog lintas agama. Upaya literasi keagamaan juga terus dilakukan agar masyarakat tidak mudah terpengaruh ajaran ekstrem yang tersebar di dunia digital. Stabilitas sosial dapat terjaga ketika masyarakat memiliki pemahaman agama yang sehat dan inklusif.
Pelatihan bagi aparatur daerah dan tokoh lokal juga menjadi bagian penting. Mereka berinteraksi langsung dengan masyarakat sehingga pemahaman mereka akan memengaruhi iklim sosial di tingkat akar rumput. Jika mereka memegang nilai moderasi, suasana sosial akan lebih kondusif dan jauh dari gesekan antar kelompok.
Selain upaya pemerintah, masyarakat juga perlu memahami batas-batas modernisasi dalam agama agar tidak salah menempatkan nilai-nilai Islam. Pada dasarnya, Al-Qur’an dan hadis memberi ruang bagi perubahan pada aspek sosial, budaya, dan sarana keberagamaan, selama tidak menyentuh ajaran pokok. Perkembangan teknologi informasi, metode dakwah digital, sistem pembelajaran agama berbasis aplikasi, atau tata kelola lembaga keagamaan termasuk bagian yang dapat dimodernisasi karena sifatnya mendukung kemudahan umat. Para ulama seperti Al-Maraghi menegaskan bahwa syariat hadir dengan tujuan memudahkan manusia, sehingga bentuk penyampaian atau sarana praktik keagamaan boleh beradaptasi mengikuti kebutuhan zaman. Namun, ada bagian yang tidak dapat dimodifikasi, seperti akidah yang berisi keimanan terhadap Allah, malaikat, nabi, kitab, hari kiamat, dan ketetapan-Nya. Begitu pula ibadah pokok seperti shalat, puasa, zakat, dan haji memiliki bentuk yang tetap. Ibn Katsir dalam tafsirnya menekankan bahwa hal-hal yang sudah ditetapkan secara tegas tidak boleh diubah, sementara persoalan teknis di luar itu dapat mengikuti perkembangan masyarakat. Dengan memahami mana yang dapat dimodernisasi dan mana yang tidak, umat mampu menjalankan agama dengan adaptif tanpa kehilangan kemurnian ajaran.
.Studi Kasus: Aplikasi Al Quran Digital
Aplikasi Al Quran digital memberi akses cepat kepada mushaf, tafsir, audio, dan fitur hafalan. Ini sejalan dengan semangat QS. Al Qamar:17, “Dan sungguh telah Kami mudahkan Al Quran untuk diingat.” Ibnu Katsir menegaskan bahwa Allah memudahkan bacaan dan pemahaman Al Quran agar manusia dapat mengambil manfaatnya. Al Maraghi menjelaskan bahwa kemudahan ini berlaku dalam berbagai bentuk sarana yang membantu manusia belajar, selama tidak mengubah teks Al Quran.
Penggunaan mushaf digital tetap diperbolehkan selama menjaga adab membaca. Hadis tentang membaca Al Quran, seperti yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan dalam Riyadus Shalihin: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Quran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. 5027, sahih). Matan: خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ. Hadis ini menunjukkan bahwa sarana apa pun yang membantu pembelajaran Al Quran masuk dalam kebaikan, termasuk platform digital.
Studi Kasus: Zakat Online
Zakat online mempermudah muzakki menyalurkan kewajibannya tanpa harus datang ke lembaga tertentu. Prinsip penyaluran zakat dijelaskan dalam QS. At Taubah:60, “Sesungguhnya zakat itu hanya untuk… (delapan golongan).” Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat ini menekankan pentingnya ketepatan sasaran. Al Maraghi menambahkan bahwa metode penyalurannya dapat mengikuti perkembangan masyarakat selama tujuan syariat tercapai. Layanan zakat digital membantu pendistribusian lebih cepat, transparan, dan terukur.
Hadis tentang kewajiban zakat dalam Bulughul Maram menjelaskan riwayat dari Ibnu Abbas mengenai utusan Nabi yang memungut zakat. Dalam salah satu matannya: “Ambillah zakat dari harta mereka.” (HR. Bukhari no. 1395 dan Muslim no. 19, sahih). Hadis ini menegaskan bahwa mekanisme pengumpulan boleh melalui perantara atau sistem yang berlaku di masyarakat. Maka penggunaan platform digital untuk mengumpulkan zakat termasuk bentuk pembaruan administratif yang tetap sesuai syariat.
Kesimpulan
Moderasi beragama adalah sikap yang memiliki dasar kuat dalam Al-Qur’an, hadis, dan tafsir para ulama. Konsep ini bukan gagasan baru, tetapi prinsip yang sudah melekat dalam ajaran Islam sejak awal. Al-Qur’an menggambarkan umat Islam sebagai ummatan wasathan, yaitu umat yang berada pada posisi tengah dan menolak segala bentuk ekstremisme. Hadis-hadis Nabi juga memperingatkan bahaya sikap berlebihan dalam beragama dan menekankan pentingnya menjauhi fanatisme yang tidak berdasar. Semua ini menunjukkan bahwa moderasi bukan kompromi atas ajaran, tetapi cara menjalankan agama secara proporsional dan sesuai tuntunan Rasulullah.
Dalam kehidupan modern, moderasi beragama menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda. Perkembangan media sosial, arus informasi yang cepat, dan interaksi antar kelompok agama membuat masyarakat semakin memerlukan sikap yang bijak dan tidak reaktif. Moderasi membantu seseorang memahami bahwa tidak semua perbedaan harus dipertentangkan. Pemahaman agama yang menyeluruh, lembut, dan tidak tergesa-gesa membuat seseorang lebih tenang dalam menilai, sekaligus mampu mencegah kesalahpahaman yang bisa memicu konflik. Ketika nilai moderasi dipegang oleh setiap individu, hubungan sosial akan berjalan lebih harmonis.
Untuk menjaga keseimbangan antara ajaran dan perkembangan zaman, penting bagi umat Islam memahami batas modernisasi dalam agama. Ada bagian yang boleh menyesuaikan konteks, seperti metode pendidikan, dakwah digital, atau tata kelola kelembagaan. Namun akidah dan ibadah pokok tetap tidak dapat diubah. Pemahaman yang proporsional inilah yang menjadikan moderasi tepat diterapkan di Indonesia. Dengan dukungan masyarakat, lembaga pendidikan, dan pemerintah, moderasi beragama dapat menjadi fondasi kuat bagi kehidupan beragama yang damai, inklusif, dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































