Siaran Berita, Padang, (18/12/2025) – Kontroversi terkait penggunaan obat modern VS obat tradisional menjadi sesuatu yang hangat belakangan ini. Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2019 menyatakan bahwa obat tradisional merupakan ramuan yang dibuat dari bahan-bahan alami seperti tumbuhan, hewan, mineral, atau campuran dari bahan-bahan tersebut. Jadi, obat tradisional bukan sesuatu yang muncul dari laboratorium kimia, tetapi dari apa yang diberikan alam seperti kunyit, jahe, temulawak, daun sirih, atau ratusan jenis tanaman lain yang tumbuh di nusantara. Obat-obatan tradisional juga telah menjadi andalan para masyarakat secara turun-temurun sehingga meningkatkan rasa familiar dan kebiasaan bagi mereka. Di Indonesia, jenis obat ini dikenal dengan berbagai nama seperti jamu, ramuan herbal, atau obat kampung. Trend sosial media “hidup hancur, beras kencur meluncur” menyebabkan eksistensi jamu kembali hype dikalangan anak muda.
Masyarakat Indonesia memang memiliki hubungan yang sangat erat dengan obat tradisional. Sejak zaman nenek moyang, ramuan-ramuan alami sudah menjadi pilihan pertama ketika ada anggota keluarga yang sakit. Di desa-desa, pengetahuan tentang tanaman obat diturunkan dari generasi ke generasi. Ibu-ibu sering meracik jamu sendiri untuk mengatasi masuk angin, pegal-pegal, atau menambah stamina. Bahkan di kota-kota besar, penjual jamu gendong masih mudah ditemui berkeliling dari rumah ke rumah dan ada pula yang menjual di lapak atau toko kecil.
Informasi yang beredar di masyarakat mengenai obat tradisional sering kali tidak akurat dan menyesatkan. Di berbagai platform media sosial, resep-resep obat tradisional disebarkan tanpa penjelasan dosis yang terukur dan ilmiah. Serta, klaim-klaim yang berlebihan tentang khasiat obat tradisional juga marak beredar, seperti halnya satu ramuan yang diklaim dapat menyembuhkan berbagai penyakit sekaligus. Minimnya literasi kesehatan membuat masyarakat mudah percaya terhadap informasi tersebut tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut. Akibatnya, penggunaan obat tradisional yang seharusnya bermanfaat justru dapat menimbulkan risiko kesehatan yang serius.
Fenomena Meningkatnya Penggunaan Obat Tradisional
Beberapa tahun terakhir, penggunaan obat tradisional justru semakin meningkat, padahal kemajuan bidang farmasi dan obat- obatan dapat dikatakan sudah modern. WHO sendiri menyatakan bahwa sekitar 80% penduduk dunia lebih memilih penggunaan obat-obatan tradisional (BPOM, 2024). Banyak orang yang kembali melirik ramuan alami karena berbagai alasan. Ada yang ingin menghindari efek samping obat kimia, ada juga yang percaya bahwa bahan alami lebih cocok untuk tubuh orang Indonesia. Disamping semua faktor itu, harga yang ekonomis dan terjangkau menjadi faktor utama mengapa mayoritas masyarakat lebih memilih obat tradisional.
Minat masyarakat terhadap pengobatan tradisional terus meningkat, apalagi sejak pandemi COVID-19. Media sosial ikut mendorong tren ini dengan menyebarkan berbagai resep herbal, meskipun tak jarang bercampur dengan informasi hoax. Akibatnya, permintaan jamu dan suplemen herbal ikut melonjak di pasaran. Selain dari itu, maraknya pencobaan menjual OT Obat Tradisional secara ilegal telah melukai pangsa pasar sebanyak 39 miliar rupiah (BPOM, 2023).
Di balik kepopuleran obat tradisional, terdapat beberapa masalah serius yang jarang diperhatikan oleh masyarakat. Banyak orang menganggap bahwa karena bahannya alami, maka obat tradisional pasti aman dan bisa diminum sesuka hati. Padahal kenyataannya tidak sesederhana itu. Masalah takaran yang tidak jelas, izin edar yang tidak lengkap, dan kepercayaan yang berlebihan terhadap keamanan obat tradisional justru bisa membahayakan kesehatan. Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian masyarakat bahkan menghentikan pengobatan medis dan beralih sepenuhnya ke obat tradisional tanpa konsultasi dengan tenaga kesehatan.
Persepsi Masyarakat tentang Obat Tradisional
Obat tradisional merupakan warisan budaya yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan memiliki potensi manfaat kesehatan yang cukup besar. Berbagai tanaman seperti kunyit, jahe, dan temulawak dikenal memiliki manfaat bagi kesehatan. Namun, cara penggunaan obat tradisional di masyarakat belum selalu sesuai dengan anjuran yang benar, baik dari segi takaran maupun legalitas produk. Akibatnya, jika dikonsumsi tanpa pengawasan atau mengandung bahan berbahaya, obat tradisional dapat membahayakan kesehatan.
Banyak orang masih memandang obat tradisional sebagai pilihan utama untuk menjaga kesehatan. BPOM menegaskan beberapa faktor yang mengalihkan ketertarikan masyarakat pada penggunaan obat tradisional. Pertama, dianggap lebih cepat dan manjur karena banyak masyarakat percaya obat tradisional lebih ampuh daripada obat medis. Klaim ini sering didukung klaim sepihak pengalaman pribadi dan cerita orang lain, sehingga mereka sering mengabaikan anjuran dokter bahkan untuk penyakit berat. Kedua, dianggap tidak memiliki efek samping karena bahannya sendiri berasal dari bahan alami. Padahal tanpa perhitungan yang bijak dan tidak melewati proses skrining riwayat kesehatan bisa memicu alergi, overdosis, dan bahkan berbahaya bagi ibu hamil dan menyusui.
Kasus yang sangat disayangkan adalah jika seseorang terkena penyakit berat seperti kanker atau diabetes, ia memutuskan hanya menggunakan pengobatan tradisional untuk proses penyembuhan. Padahal obat tradisional yang tidak dibarengi dengan dosis dan penggunaan yang semestinya sama sekali tidak setara dengan pengobatan medis yang sudah berbasis ilmiah. Alhasil, saat penyakit sudah parah, sudah terlambat kalau dibawa ke tenaga kesehatan profesional karena penyakit sudah memburuk. Selama ini Kementerian Kesehatan seringkali sudah menginstruksikan agar masyarakat untuk tidak takut ke dokter supaya penyakit apapun dapat ditangani sejak dini (Kemenkes, 2023).
Masyarakat Indonesia tidak akan bisa lepas sepenuhnya dari obat tradisional karena memiliki nilai budaya dan potensi terapeutik yang nyata. Memang kita tidak bisa menyepelekan kandungan obat-obatan alami karena khasiatnya terbukti bisa membantu manusia menjaga kesehatan dan kebugaran. Khasiat itu bisa bermanfaat kalau dilandasi dengan pengetahuan, etika, dan keselamatan pasien. Seharusnya para praktisi tradisional memiliki izin resmi atau sekurang-kurangnya punya latar pendidikan kesehatan yang memadai. Kalau tidak punya sertifikasi dan melakukan pengobatan ala kadarnya bersifat trial and error serta minim dokumentasi, maka pasien hanya akan mendapatkan pengobatan ala kadarnya yang berujung bisa menjadi korban.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat sejumlah kasus di mana seseorang mengaku sembuh setelah menjalani pengobatan tradisional. Namun, keberhasilan tersebut bukanlah pola umum, melainkan kasus-kasus terbatas yang sering kali bersifat satu banding sekian dan tidak dapat digeneralisasi. Bahkan dalam banyak situasi, kesembuhan tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor lain seperti daya tahan tubuh individu, stadium penyakit yang masih ringan, perubahan gaya hidup, efek plasebo, atau pengobatan medis yang dilakukan sebelumnya atau berjalan bersamaan. Tanpa penelitian ilmiah yang sistematis dan terukur, klaim kesembuhan dari pengobatan tradisional berisiko menyesatkan masyarakat dan menimbulkan harapan palsu, terutama bagi penderita penyakit serius yang membutuhkan penanganan medis segera.
Problematika Dosis Obat Tradisional
BPOM menerangkan beberapa faktor yang menunjukkan “kelemahan” dalam penerapan obat-obatan tradisional dalam persaingan sekarang. Faktor – faktor tersebut meliputi takaran yang tidak terukur; indikasi yang tidak tepat; cara penggunaan yang tidak tepat dan beragam; serta penggunaan berlebihan yang dianggap aman. Obat tradisional seringkali memiliki dosis yang tidak jelas karena hanya memakai takaran perkiraan, bukan standar gram atau mililiter seperti obat modern. Akibatnya, kandungan zat aktif tiap racikan bisa berbeda-beda, tergantung takaran dan kualitas bahan baku yang digunakan.
Di lingkungan masyarakat, sering beredar informasi bahwa satu jenis ramuan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit sekaligus. Seperti halnya, ada yang mengklaim bahwa ramuan tertentu bisa menyembuhkan diabetes, darah tinggi, kolesterol, dan asam urat dalam waktu bersamaan. Padahal setiap penyakit memiliki mekanisme yang berbeda dan membutuhkan penanganan yang spesifik. Tidak jarang pula orang mengonsumsi obat tradisional berdasarkan gejala yang mereka rasakan tanpa tahu pasti apa penyakit yang sebenarnya mereka derita. Ini sangat berbahaya karena bisa menutupi gejala penyakit serius yang seharusnya mendapat penanganan medis segera. Misalnya, seseorang yang merasa sering lelah dan pusing langsung minum jamu penambah stamina, padahal bisa jadi gejala dari penyakit jantung atau anemia yang perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Cara penggunaan obat tradisional sangat beragam dan belum tentu telah melalui uji klinis yang memadai. Ada yang diminum dalam keadaan mentah, ada yang harus direbus dulu, ada yang dibuat jus, atau bahkan direndam dengan alkohol. Yang jadi masalah, tidak semua cara pengolahan ini sudah dibuktikan secara ilmiah efektif dan aman. Beberapa bahan justru kehilangan khasiatnya kalau direbus terlalu lama, sementara bahan lain bisa menghasilkan senyawa berbahaya kalau tidak diolah dengan benar. Ada tanaman yang harus dikeringkan dulu sebelum digunakan karena dalam keadaan segar justru beracun. Sayangnya, informasi seperti ini jarang sampai ke telinga masyarakat awam.
Kepercayaan bahwa obat tradisional itu aman dan manjur membuat banyak orang mengonsumsinya dalam jumlah berlebihan. Ada yang minum jamu tiga kali sehari bahkan lebih, dengan alasan “toh ini alami, jadi tidak apa-apa”. Padahal faktanya, banyak tanaman obat mengandung senyawa aktif yang kalau dikonsumsi berlebihan bisa menimbulkan masalah kesehatan. Contohnya, mengkudu yang sering dipakai untuk berbagai keluhan ternyata bisa mengganggu fungsi hati kalau diminum terlalu banyak. Jahe yang terlalu banyak bisa mengiritasi lambung. Bahkan air putih saja kalau diminum berlebihan bisa menyebabkan keracunan air. Jadi prinsip “lebih banyak lebih baik” sama sekali tidak berlaku untuk obat tradisional.
Registrasi dan Standarisasi Obat Tradisional
Di pasaran, banyak beredar obat tradisional yang tidak memiliki izin edar resmi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Produk-produk ini biasanya dijual secara online, lewat media sosial, atau dipasarkan dari mulut ke mulut. Tanpa izin edar, tidak ada jaminan bahwa produk tersebut sudah melalui pemeriksaan keamanan dan kualitas yang memadai. Bisa jadi proses pembuatannya tidak higienis, bahan bakunya tidak jelas asal-usulnya, atau bahkan sudah terkontaminasi dengan bakteri dan jamur. Ada juga produk yang dikemas dengan label yang menarik dan klaim yang bombastis, tapi ternyata tidak terdaftar secara legal. Masyarakat yang tidak teliti bisa saja tertipu dan membeli produk-produk seperti ini tanpa sadar akan risikonya. Padahal kalau ada masalah kesehatan akibat produk tersebut, sulit untuk menuntut pertanggungjawaban dari produsennya. Berikut ini merupakan standarisasi kemasan obat tradisional yang sudah terdaftar resmi BPOM.

Dalam mewujudkan standarisasi yang terjamin dan terpercaya, BPOM menerapkan aspek CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) dalam proses produksi obat-obatan tradisional. Perhatikan informasi lengkap pada kemasan seperti nomor izin edar, komposisi, dosis, dan logo resmi BPOM. Produk yang terdaftar wajib mencantumkan informasi ini untuk melindungi konsumen. Registrasi dan standarisasi obat tradisional sangat penting untuk melindungi konsumen. Dengan adanya registrasi, pemerintah bisa memastikan bahwa produk yang beredar sudah memenuhi standar keamanan, kualitas, dan khasiat. Proses registrasi melibatkan pemeriksaan bahan baku, cara pembuatan, kemasan, hingga label yang dicantumkan (BPOM RI, 2024).
Yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya praktik nakal dari sebagian produsen yang mencampurkan bahan kimia obat ke dalam produk obat tradisional mereka. Tujuannya agar produk terlihat lebih manjur dan cepat memberikan efek. BPOM sendiri sudah berkali-kali menemukan dan menarik produk jamu yang mengandung bahan kimia obat seperti sildenafil dalam jamu kuat lelaki, deksametason dalam jamu pegal linu, atau glibenklamid dalam jamu diabetes. Pencampuran ini sangat berbahaya karena konsumen tidak tahu bahwa mereka sebenarnya sedang mengonsumsi obat kimia dengan dosis yang tidak terkontrol.
Akibatnya bisa fatal, mulai dari kerusakan organ, ketergantungan, hingga kematian. Bayangkan seseorang dengan riwayat penyakit jantung yang minum jamu kuat tanpa tahu ada kandungan sildenafil di dalamnya. Atau penderita diabetes yang minum jamu herbal tapi ternyata mengandung obat penurun gula darah kimia. Tanpa disadari, konsumsi seperti ini justru memperparah kondisi kesehatan karena tidak sesuai dengan kebutuhan medis. Kondisi ini bisa berakibat kritis sehingga gula darah penderitanya menjadi turun drastis hingga menyebabkan koma.
Dampak Kesalahan Informasi terhadap Keputusan Pengobatan
Kesalahan informasi mengenai obat tradisional masih sering ditemukan di masyarakat dan kerap dijadikan dasar dalam menentukan pilihan pengobatan. Informasi ini umumnya berasal dari pengalaman pribadi atau cerita orang lain yang belum tentu dapat dibuktikan kebenarannya. Tanpa adanya klarifikasi dari tenaga kesehatan, masyarakat berisiko mengambil keputusan pengobatan yang tidak sesuai dengan kondisi medisnya. Hal ini dapat berdampak pada efektivitas pengobatan, terutama bagi penderita penyakit yang memerlukan penanganan medis secara berkelanjutan.
Banyak penderita penyakit kronis yang memutuskan untuk menghentikan pengobatan medis setelah mendapat informasi bahwa obat tradisional lebih aman dan efektif. Keputusan ini sering kali dibuat tanpa konsultasi dengan tenaga kesehatan profesional, hanya berdasarkan informasi dari media sosial atau cerita orang lain. Padahal, penyakit kronis seperti diabetes, kanker, atau penyakit jantung memerlukan penanganan medis yang teratur dan terukur untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Salah satu contohnya ada pada postingan di Facebook yang menjelaskan cara mengonsumsi rebusan daun sirsak dengan klaim dapat melawan kanker. Dalam unggahan tersebut dijelaskan langkah-langkah pembuatan ramuan serta anjuran waktu konsumsi, disertai narasi seolah-olah ramuan tersebut memiliki khasiat penyembuhan penyakit. Informasi semacam ini berpotensi menyesatkan karena disampaikan tanpa penjelasan medis, tanpa rujukan penelitian, dan tanpa anjuran untuk tetap menjalani pengobatan dokter. Jika dipercaya begitu saja, klaim tersebut dapat mendorong penderita kanker atau penyakit kronis lainnya untuk menunda, mengurangi, atau menghentikan pengobatan medis yang seharusnya dijalani, sehingga berisiko memperburuk kondisi kesehatan.
Ringkasan dan Saran
Obat tradisional merupakan bagian dari budaya Indonesia dan banyak tanaman obat telah terbukti memiliki khasiat. Namun penggunaannya tetap perlu hati-hati karena masalah dosis, indikasi, dan cara pengolahan yang belum terukur dapat menimbulkan risiko, terutama jika produk tidak terdaftar atau dicampur bahan kimia berbahaya. Banyak orang masih percaya bahwa obat tradisional itu pasti aman dan lebih ampuh dari obat dokter. Padahal anggapan ini keliru. Alami bukan jaminan tidak berbahaya jika dosisnya berlebihan atau cara penggunaannya salah, tetap bisa menimbulkan masalah kesehatan. Apalagi jika ada yang nekat menghentikan pengobatan medis dan beralih sepenuhnya ke obat tradisional, ini sangat berbahaya terutama untuk penyakit berat seperti diabetes atau kanker.
Obat tradisional boleh digunakan, tetapi sebagai pelengkap saja, bukan pengganti pengobatan medis. Demi keamanan, sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau tenaga kesehatan. Persepsi bahwa obat tradisional selalu aman dan lebih manjur daripada obat medis harus diluruskan alami bukan berarti tanpa risiko. Obat tradisional sebaiknya digunakan sebagai pelengkap, bukan pengganti pengobatan medis, sambil tetap berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Pemerintah juga perlu meningkatkan edukasi dan pengawasan, sementara masyarakat harus lebih kritis agar warisan pengobatan tradisional tetap lestari dan digunakan secara aman.
Berita Ini Ditulis Oleh : Sherina Tania Wijaya, Efriana Wanty, Gresia Fransiska Sinaga, Mutya Kasih, dan Fatwa Fawwaz R.
=======================
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”










































































