Etika dan filsafat komunikasi, kamu pasti sering scroll Instagram atau TikTok lalu ketemu video yang bilang: “Cerah Instan Sekali Oles!”, lengkap dengan before – after dramatis dan filter aesthetic, kan? Kalau kamu pernah tergoda, kamu nggak sendirian. Iklan digital sekarang mahir memanfaatkan emosi, algoritma, dan narasi persuasif untuk mencuri perhatian,tapi tidak selalu jujur. Mereka ingin kamu membeli, meski sebenarnya kamu hanya “terjebak” oleh janji visual. Pertanyaannya: apakah iklan itu menyampaikan informasi atau menciptakan ilusi?
Fenomena Konsumsi Berlebihan dan Peran Influencer
Pemasaran Etis: Bisnis Harus lebih dari Cuan
- Kebenaran informasi produk
- Transparansi data konsumen
- Keadilan target pasar
- Penetapan harga wajar
- Kepedulian sosial dan lingkungan
Tiga Pilar Periklanan Bertanggung Jawab
- Kejujuran: sesuai kondisi nyata produk
- Menghormati manusia: tidak merendahkan
- Tanggung jawab sosial: tidak menyebar konten berbahaya
Kasus Scarlett Whitening: “Cerah Sekali Oles”
- Dampak Psikologis terhadap Konsumen, Terutama Perempuan dan Remaja
- Body shaming meningkat, bahkan antar sesama perempuan.
- Overuse produk kosmetik, demi mengejar hasil instan.
- Kecanduan belanja produk kecantikan, bukan karena butuh tapi karena tidak percaya diri.
Dampak Etis terhadap Industri Iklan dan Regulasi
- BPOM menegur brand secara resmi, karena menganggap klaim dan visualisasi tidak sesuai dengan bukti ilmiah atau realita produk.
- Brand lain menjadi lebih berhati – hati, saat membuat klaim di iklan karena kasus ini jadi pembelajaran penting.
- Muncul desakan dari masyarakat, untuk memperjelas perbedaan antara “mencerahkan” dan “memutihkan”. Dua istilah ini sering disamakan dalam iklan, padahal efek dan persepsinya sangat berbeda.
Literasi Konsumen: Kunci Melawan Iklan Menyesatkan
- Cek klaim yang terdengar terlalu muluk
- Pastikan ada tag #ad atau mention sponsor
- Bandingkan review dengan sumber terpercaya
- Laporkan iklan menyesatkan ke BPOM atau platform