Lucunya negeri ini: ketika ada yang berani bicara lantang melawan arus kekuasaan, ia langsung dicap pembangkang. Ketika ada yang kritis terhadap kebijakan, dituduh tidak cinta bangsa. Padahal, tanpa mereka yang berani bersuara itu tanpa oposisi negeri ini bisa terjerumus dalam kenyamanan semu yang diciptakan oleh kekuasaan yang tak mau dikoreksi.
Di level desa, daerah, hingga pusat, pola pikirnya sama: pemerintah seakan ingin semua orang bertepuk tangan, memuji, dan diam. Masyarakat pun ikut-ikutan menelan mentah propaganda bahwa kritik adalah kebencian. Padahal, justru dengan kritiklah demokrasi bisa bernapas.
Pengamat politik Rocky Gerung pernah mengingatkan dengan kalimat yang tajam:
“Kalau pemerintah benar, itu bukan untuk diapresiasi, karena memang itu kewajiban. Tapi kalau pemerintah salah, maka harus dikritik.”
Ironisnya, di negeri ini justru orang yang mengkritik pemerintah yang diserang, bukan pemerintah yang dikoreksi. Masyarakat lebih cepat marah kepada oposisi daripada kecewa pada kebijakan yang menekan kehidupannya sendiri. Seolah mereka lupa: kritik itu bukan penghinaan, tapi bentuk kasih sayang kepada bangsa yang sedang disesatkan oleh kebijakan salah arah.
Pemerintah tanpa oposisi akan tumbuh seperti raja tanpa cermin: mengira dirinya bijak, padahal sedang menindas. Sementara masyarakat yang menolak kritik adalah rakyat yang memelihara kebodohan dengan sukarela — mereka lebih suka dibohongi asal tenang, daripada disadarkan meski pedih.
Oposisi bukan penghambat pembangunan, justru mereka yang menjaga agar pembangunan tak menabrak akal sehat. Mereka yang mengingatkan agar kekuasaan tidak berubah menjadi alat pembenaran diri, agar anggaran tidak jadi bancakan elite, dan agar rakyat kecil tidak terus dikorbankan atas nama “stabilitas”.
Tanpa oposisi, negara ini hanyalah panggung sandiwara: semua bertepuk tangan, semua pura-pura puas, sementara di balik layar, kekuasaan menari bebas tanpa kontrol. Dan sayangnya, sebagian masyarakat justru menjadi penonton yang rela dibohongi, hanya karena takut mendengar kebenaran yang berbeda dari suara mayoritas.
Sudah saatnya masyarakat berhenti membenci oposisi. Karena di balik suara keras dan sikap kritis mereka, ada niat menjaga negeri agar tidak tenggelam dalam kebohongan kolektif. Bersyukurlah masih ada yang berani berkata tidak di tengah budaya penjilat yang semakin merajalela.
Demokrasi tidak butuh lebih banyak tepuk tangan. Demokrasi butuh lebih banyak keberanian untuk berkata “Anda salah!” terutama kepada mereka yang sedang berkuasa.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”