Media sosial kini menjadi aspek yang tak terpisahkan dari kehidupan orang-orang saat ini. Hampir semua kegiatan dapat diunggah dalam hitungan detik melalui perangkat seluler. Menurut laporan global mengenai pemakaian internet, miliaran orang di seluruh dunia aktif setiap harinya di media sosial, dengan rata-rata waktu penggunaan lebih dari dua jam setiap hari. Angka ini menunjukkan bahwa media sosial telah bertransformasi menjadi lebih dari sekadar sarana komunikasi; kini menjadi tempat utama untuk membangun citra diri. Namun, di balik kemudahan ini, muncul fenomena sosial yang semakin terlihat, yaitu budaya pamer. Budaya pamer di media sosial adalah perilaku memamerkan kehidupan, pencapaian, atau kepemilikan secara berlebihan dengan maksud untuk mendapatkan pengakuan dan validasi dari orang lain. Konten mengenai liburan mewah, barang-barang bermerek, prestasi akademik, hingga gaya hidup glamor telah menjadi hal biasa. Media sosial seolah telah berubah menjadi panggung di mana setiap individu berlomba untuk menunjukkan versi terbaik dari diri mereka, meskipun sering kali apa yang ditampilkan tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan yang ada.
Psikolog sosial Leon Festinger menjelaskan melalui Teori Perbandingan Sosial bahwa manusia cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain untuk menilai kemampuan dan keberhasilan masing-masing. Dalam konteks media sosial, perbandingan semacam ini berlangsung secara luas dan terus-menerus. Ketika seseorang melihat unggahan orang lain yang terlihat lebih bahagia, lebih sukses, atau lebih mapan, tanpa disadari ia akan menilai dirinya sendiri lebih rendah. Hal ini mendorong banyak orang untuk memamerkan kehidupannya agar tidak merasa “kalah” dalam perbandingan sosial. Lebih jauh lagi, budaya pamer juga dipengaruhi oleh kebutuhan untuk mendapatkan validasi diri. Abraham Maslow, dalam teorinya mengenai hierarki kebutuhan, menyebutkan bahwa individu memiliki kebutuhan akan penghargaan. Media sosial menawarkan bentuk penghargaan yang instan melalui “like”, komentar, dan pengikut. Setiap notifikasi positif memberikan rasa senang yang bersifat sementara, yang mendorong pengguna untuk terus membagikan konten guna mempertahankan perasaan diakui.

Fenomena ini semakin diperkuat oleh hilangnya batas antara ruang pribadi dan publik. Hal-hal yang sebelumnya bersifat pribadi kini menjadi konsumsi umum. Aktivitas sederhana seperti makan, belajar, atau beribadah sering diabadikan dan dipublikasikan. Ketakutan untuk tertinggal dari orang lain, yang dikenal sebagai fear of missing out (FOMO), membuat individu merasa perlu untuk selalu tampil aktif, bahagia, dan sukses di media sosial. Di balik citra yang terlihat sempurna, budaya pamer juga memiliki berbagai dampak negatif. Bagi penggunanya, kebiasaan memamerkan kehidupan dapat menumbuhkan sikap sombong dan ketergantungan yang berlebihan pada penilaian orang lain. Pakar psikologi digital, Jean M. Twenge, melaporkan bahwa penggunaan media sosial yang intens berkaitan dengan meningkatnya kecemasan dan kebutuhan akan pengakuan eksternal, khususnya di kalangan generasi muda. Kebahagiaan pun menjadi rapuh karena sangat bergantung pada respons dari orang lain di dunia maya.
Sementara itu, bagi mereka yang hanya melihat, budaya pamer dapat memicu perasaan kurang percaya diri, rasa iri, dan stres sosial. Banyak individu membandingkan kehidupan mereka dengan gambar-gambar kehidupan orang lain yang sudah dipilih dan dimodifikasi. Seringkali, yang ditampilkan di media sosial hanya menunjukkan sisi yang indah, bukan gambaran keseluruhan dari realitas. Psikolog Sherry Turkle menyatakan bahwa media sosial menciptakan ilusi kedekatan dan kebahagiaan, tetapi pada saat yang sama dapat memperdalam rasa kesepian dan keterasingan. Dari perspektif etika dan sosial, budaya pamer memiliki potensi untuk merubah nilai-nilai penting dalam masyarakat. Kesederhanaan, keikhlasan, dan empati bisa memudar ketika ukuran kebahagiaan hanya terfokus pada apa yang terlihat di layar. Bahkan, kegiatan berbagi atau bersedekah yang seharusnya bernilai ibadah dan kemanusiaan terkadang disalahartikan menjadi ajang untuk mencari perhatian. Kebaikan tidak lagi dilakukan sepenuhnya karena niat yang tulus, tetapi demi meraih pengakuan dari publik.
Walaupun demikian, penting untuk dicatat bahwa media sosial secara umum bersifat netral. Ia bisa menjadi alat untuk kebaikan jika digunakan dengan bijaksana. Banyak konten yang inspiratif, edukatif, dan memotivasi berasal dari platform ini. Oleh karena itu, masalah utama bukan terletak pada teknologi itu sendiri, tetapi pada bagaimana manusia menggunakannya. Setiap orang perlu memiliki keterampilan digital, kesadaran diri, serta kematangan dalam mengelola identitas digital mereka.
Sebagai penutup, budaya pamer di zaman media sosial adalah sebuah fenomena sosial yang tak bisa dihindari, namun dapat diatur. Media sosial seharusnya menjadi sarana untuk berbagi manfaat, mempererat tali hubungan, dan menyebarkan inspirasi, bukan sebagai tempat untuk berlomba-lomba mencari pengakuan. Pada akhirnya, kebahagiaan sejati tidak diukur dari jumlah “like” dan “views”, tetapi dari ketentraman batin, keikhlasan, dan rasa bersyukur atas hidup yang dijalani secara autentik.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”










































































