Di Balik Semangat Belajar Anak, Ada Rumah yang Bekerja Diam-Diam
Setiap kali membahas pendidikan, perhatian kita hampir selalu tertuju pada sekolah. Kurikulum, metode belajar, nilai rapor, dan prestasi akademik menjadi ukuran utama. Namun, ada satu ruang yang pengaruhnya justru sangat besar tetapi sering luput dari perbincangan, yaitu rumah. Di sanalah anak pertama kali belajar tentang percaya diri, ketekunan, dan makna dari sebuah usaha.
Motivasi belajar kerap dianggap sebagai urusan pribadi anak. Anak dinilai rajin atau malas, bersemangat atau tidak, seolah semuanya lahir dari dalam dirinya sendiri. Padahal, berbagai kajian pendidikan menunjukkan bahwa motivasi belajar anak tidak tumbuh di ruang hampa. Ia sangat dipengaruhi oleh dukungan keluarga, terutama bagaimana orang tua hadir dalam proses belajar anak, bukan sekadar mengawasi hasil, tetapi menemani proses.
Semangat inilah yang sebenarnya sejalan dengan gagasan Merdeka Belajar. Pendidikan tidak lagi dipahami sebagai tanggung jawab sekolah semata, melainkan sebagai kerja bersama antara sekolah dan keluarga. Ketika rumah dan sekolah berjalan searah, anak memiliki pijakan yang lebih kuat untuk berkembang, baik secara akademik maupun emosional. Anak belajar bukan karena takut dimarahi, tetapi karena merasa didukung.
Dari sisi psikologis, dukungan orang tua memberi dampak yang sangat besar. Anak yang merasa dipercaya dan dihargai cenderung memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu menghadapi tantangan. Keyakinan ini membuat anak berani mencoba, tidak mudah menyerah, dan memandang kesulitan sebagai bagian dari proses belajar. Sebaliknya, tekanan berlebihan justru sering melahirkan rasa takut gagal dan enggan mencoba hal baru.
Gambaran ini terlihat jelas dalam kisah nyata yang sempat diberitakan media nasional. Hubbiy Rasyadarya, siswa sekolah dasar berusia 10 tahun, berhasil mendapatkan berbagai prestasi di tingkat nasional dan internasional, mulai dari bidang pendidikan matematika, hingga music dengan piano. Namun, yang menarik bukan hanya deretan medalinya, melainkan cerita di baliknya. Orang tua Hubbiy memilih untuk memperhatikan minat anaknya dan memberi ruang agar minat tersebut berkembang. Mereka mendukung melalui pendampingan dan fasilitas belajar, tanpa menjadikan prestasi sebagai tekanan.
Kisah serupa datang dari Kasyaf Ibrahim Rahman Lubis, siswa kelas 3 SD yang berhasil meraih penghargaan internasional dalam kompetisi robotik di China. Robot yang ia rancang terinspirasi dari pengalaman hidup di daerah rawan bencana. Ide tersebut lahir dari rasa ingin tahu yang terus diasah. Sang ayah menangkap ketertarikan anaknya pada dunia robotik sejak dini, lalu memilih untuk mendukungnya melalui kegiatan ekstrakurikuler dan pendampingan belajar di rumah.
Dua kisah ini menunjukkan satu benang merah yang penting yaitu prestasi anak tumbuh dari dukungan yang sehat. Bukan dari tuntutan berlebihan, bukan pula dari ambisi orang tua, melainkan dari kepercayaan dan pendampingan yang konsisten. Kajian pendidikan juga mengingatkan bahwa pola asuh yang terlalu menekan justru berisiko membuat anak minder dan kehilangan keberanian untuk mencoba.
Pada titik ini, kita patut merenung. Sudahkah rumah menjadi ruang aman bagi anak untuk belajar dan bertumbuh? Atau justru berubah menjadi tempat yang penuh tuntutan dan perbandingan? Dalam semangat Merdeka Belajar, kebebasan anak untuk mengeksplorasi minat seharusnya tidak berhenti di sekolah. Rumah justru menjadi tempat pertama anak belajar mengenali potensinya sendiri.
Pada akhirnya, keberhasilan anak tidak pernah berdiri sendiri. Ia tidak hanya lahir dari nilai rapor atau piala lomba, tetapi dari perhatian kecil yang tumbuh di rumah. Dari orang tua yang mau mendengar, mempercayai, dan menemani proses belajar anak yang bahkan ketika hasilnya belum terlihat. Di sanalah pendidikan menemukan maknanya yang paling manusiawi.
Catatan bacaan:
Tulisan ini terinspirasi dari berbagai kajian tentang keterlibatan orang tua dalam pendidikan, kebijakan Merdeka Belajar, serta pemberitaan media nasional mengenai prestasi anak-anak Indonesia di tingkat nasional dan internasional.
Oleh : Astri Ayla Sadewi, dan Nurul Zahidah Az-zahra
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”






































































