Kenakalan remaja merupakan perilaku menyimpang yang melanggar norma sosial, moral, dan hukum, serta menjadi persoalan serius dalam dunia pendidikan Indonesia (Kartono, 2014). Salah satu bentuk kenakalan yang paling sering dijumpai di lingkungan sekolah adalah perilaku merokok. Menurut Yusuf (2019), perilaku menyimpang pada remaja umumnya muncul akibat interaksi antara faktor individu, lemahnya pengawasan keluarga, serta kurang efektifnya pembinaan di sekolah.
Kasus dugaan penamparan oleh Kepala SMAN 1 Cimarga terhadap siswa yang kedapatan merokok di area sekolah menunjukkan bahwa kenakalan remaja dan kegagalan pengelolaan emosi otoritas dapat saling memperparah dan berdampak luas, tidak hanya bagi individu, tetapi juga iklim pendidikan secara keseluruhan.
Perilaku Merokok di Sekolah
Merokok di lingkungan sekolah merupakan bentuk pelanggaran terbuka terhadap tata tertib dan norma kesehatan. Kartono (2014) menyebut perilaku ini sebagai kenakalan ringan yang berpotensi berkembang menjadi kenakalan berat apabila tidak ditangani secara tepat.
Dalam Kasus SMAN 1 Cimarga, siswa berinisial ILP secara sadar merokok di area kantin belakang sekolah, sebuah ruang publik yang seharusnya bebas rokok. Tindakan ini menunjukkan lemahnya kesadaran norma serta rendahnya rasa takut terhadap sanksi sosial, yang menurut Yusuf (2019) sering kali berkaitan dengan absennya figur pengawas yang konsisten dan suportif.
Perspektif Kontrol Sosial
Teori Kontrol Sosial yang dikemukakan oleh Travis Hirschi menjelaskan bahwa kenakalan terjadi ketika ikatan sosial individu dengan institusi sosial utama melemah (Hirschi, 1969). Konsep ini sejalan dengan pandangan Kartono (2014) yang menyatakan bahwa kenakalan remaja merupakan gejala kegagalan sosialisasi nilai dan norma.
Perilaku merokok di lingkungan sekolah mencerminkan lemahnya keyakinan remaja terhadap norma sekolah serta rendahnya rasa keterikatan dengan institusi pendidikan. Yusuf (2019) menegaskan bahwa remaja yang tidak merasa diperhatikan dan dihargai cenderung mencari pengakuan melalui perilaku menyimpang.
Dinamika Kasus dan Relasi Otoritas–Siswa
Reaksi keras kepala sekolah berupa teguran verbal yang kasar hingga dugaan tamparan mencerminkan kegagalan pengendalian emosi dalam situasi konflik. Gunarsa (2012) menegaskan bahwa reaksi emosional berlebihan dari figur otoritas justru berpotensi memperburuk perilaku remaja dan memicu perlawanan.
Pelarian siswa setelah ditegur menjadi titik eskalasi konflik. Dari sudut pandang pendidikan, tindakan kekerasan fisik oleh pendidik, meskipun dipicu oleh pelanggaran siswa, tetap merupakan pelanggaran terhadap prinsip perlindungan anak dan etika profesi pendidik. Konflik ini kemudian bergeser dari persoalan disiplin menjadi persoalan hukum dan citra institusi sekolah.
Dampak terhadap Perkembangan Moral Peserta Didik
Secara moral, remaja berada pada fase di mana penilaian benar dan salah masih sangat bergantung pada aturan dan figur otoritas (Kohlberg, 1984). Dalam konteks Indonesia, Yusuf (2019) menekankan bahwa keteladanan pendidik memegang peranan kunci dalam pembentukan moral peserta didik.
Ketika otoritas pendidikan menggunakan kekerasan fisik, peserta didik berpotensi mengalami kebingungan moral. Fokus siswa dapat bergeser dari kesalahan awal (merokok) menjadi rasa ketidakadilan atas perlakuan yang diterima. Kartono (2014) menyebut kondisi ini sebagai awal terbentuknya sikap sinis terhadap norma sosial, yang dalam jangka panjang melemahkan kesadaran moral remaja.
Dampak terhadap Perkembangan Sosial Remaja
Perkembangan sosial remaja sangat berkaitan dengan pembentukan identitas diri dan rasa memiliki terhadap lingkungan sosial (Erikson, 1968). Dalam konteks pendidikan Indonesia, Hurlock (2016) dan Gunarsa (2012) menegaskan bahwa sekolah berfungsi sebagai arena utama sosialisasi nilai dan peran sosial.
Konflik keras antara siswa dan otoritas sekolah berpotensi mendorong remaja membangun identitas negatif atau identitas perlawanan. Yusuf (2019) menjelaskan bahwa remaja yang merasa diperlakukan tidak adil cenderung menjauh dari institusi sekolah dan mencari solidaritas pada kelompok sebaya yang berperilaku menyimpang. Hal ini memperkuat jarak sosial dan meningkatkan risiko kenakalan lanjutan.
Solusi Strategis Mengurangi Kenakalan Remaja
Mengatasi kenakalan remaja, khususnya perilaku merokok, memerlukan pendekatan yang preventif dan berkelanjutan.
1. Penguatan Peran Sekolah sebagai Agen Sosialisasi
Sekolah perlu membangun relasi yang hangat dan bermakna antara guru dan siswa melalui program bimbingan dan mentoring (Yusuf, 2019).
2. Pendidikan Moral dan Kesehatan Terintegrasi
Edukasi bahaya rokok harus dikaitkan dengan nilai moral, tanggung jawab sosial, dan dampak kesehatan nyata agar siswa memahami makna di balik aturan (Kartono, 2014; WHO, 2020).
3. Kolaborasi Orang Tua dan Sekolah
Orang tua perlu dilibatkan secara aktif melalui pelatihan komunikasi efektif agar pengawasan di rumah dan sekolah berjalan searah (Gunarsa, 2012).
4. Pendekatan Restorative Justice
Pendekatan ini menekankan pemulihan hubungan dan tanggung jawab, bukan hukuman fisik atau skorsing semata (Zehr, 2002). Dalam konteks Indonesia, pendekatan ini sejalan dengan prinsip pendidikan yang humanis dan berorientasi pada perkembangan anak.
Penutup
Kasus SMAN 1 Cimarga menunjukkan bahwa kenakalan remaja tidak dapat diselesaikan melalui kekerasan. Penguatan kontrol sosial yang manusiawi, konsisten, dan berbasis ilmu perkembangan merupakan kunci utama dalam menekan perilaku menyimpang remaja. Sekolah harus berperan sebagai ruang aman yang membentuk moral dan sosial peserta didik, bukan sekadar institusi pemberi sanksi.
Penulis: Dini Azzahra Wulandari, Kaleb Yohanes Langi, Maritza Husnul Putri
Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pamulang, Tahun Akademik 2025/2026
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”










































































