Pemandangan sekelompok remaja berkumpul di kafe, taman, atau tempat nongkrong lainnya namun masing-masing sibuk dengan ponselnya kini menjadi fenomena yang semakin umum di Indonesia. Kondisi yang dikenal dengan istilah “alone together” atau “bersama tapi sendirian” ini menjadi perhatian para psikolog karena dampaknya terhadap kesehatan mental dan perkembangan sosial remaja. Data menunjukkan bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan sekitar 5,7 jam per hari di depan layar, menempatkan Indonesia di antara negara-negara dengan penggunaan gawai tertinggi secara global.
Lebih mengkhawatirkan lagi, sebanyak 15,5 juta atau 34,9% remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, dengan kecanduan smartphone sebagai salah satu faktor penyumbang utama. Penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan tahunan American Psychiatric Association menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan smartphone secara berlebihan memperlihatkan lebih banyak perilaku problematik, termasuk keluhan fisik, gangguan atensi atau konsentrasi, dan agresivitas. Semakin adiktif seorang remaja terhadap gadget, maka akan semakin banyak dan parah gejala-gejala yang diperlihatkan.
Paradoks dari fenomena ini adalah remaja berkumpul secara fisik namun gagal membangun interaksi sosial yang bermakna. Hasil penelitian systematic literature review yang menganalisis 22 artikel ilmiah menunjukkan bahwa kecanduan gadget berdampak signifikan pada ketidakstabilan emosional, seperti kecemasan dan depresi, serta memengaruhi interaksi sosial dan perkembangan kepribadian remaja. Studi terbaru mengungkapkan bahwa kecanduan ponsel pintar berkorelasi positif signifikan dengan emosi negatif (r = 0,332, p < 0,01). Penggunaan gadget secara berlebihan mengurangi kemampuan sosial, seperti empati dan adaptasi, yang berpotensi menyebabkan isolasi sosial meskipun secara fisik remaja berada dalam kelompok.
Siti, seorang ibu dari Fira (nama samaran), menceritakan perubahan drastis pada anaknya sejak aktif bermain media sosial dan game online. “Awalnya saya pikir itu wajar, karena belajar online. Tapi setelah sekolah sudah tatap muka, dia tetap saja nunduk terus di layar. Kalau ditegur, marah. Dia mulai susah tidur, makannya tidak teratur, dan bahkan jarang mandi,” ujar Siti. Kondisi Fira bukan kasus tunggal—jutaan remaja Indonesia mengalami kesepian dan terisolasi akibat kecanduan handphone, bahkan saat mereka berada di tengah-tengah teman sebaya.
Paparan layar yang intens berkorelasi dengan gangguan tidur yang secara langsung memengaruhi konsentrasi dan mood di siang hari. Platform media sosial dengan perbandingan sosial secara terus-menerus juga mempengaruhi citra diri dan seringkali memicu kecemasan dan depresi yang mendalam. UNICEF mencatat sebanyak 45% remaja Indonesia pernah menjadi korban cyberbullying, yang dapat merusak citra diri, menyebabkan kecemasan parah, depresi, gangguan stres pascatrauma (PTSD), bahkan pada kasus ekstrem dapat memicu ideasi bunuh diri.
Dari sisi kesehatan fisik, postur tubuh yang buruk saat menggunakan gawai dapat menyebabkan nyeri leher dan punggung kronis atau “tech neck”. Gaya hidup sedentary yang diakibatkan oleh screen time berlebihan berkontribusi pada obesitas dan masalah kesehatan terkait seperti diabetes tipe 2 pada anak dan remaja. Psikolog mengidentifikasi beberapa ciri kecanduan HP pada remaja, antara lain: sulit lepas dari HP, marah atau emosional saat penggunaannya dibatasi, menurunnya prestasi sekolah, kurang tidur, menghindari interaksi sosial atau aktivitas fisik, serta perilaku abnormal saat kehilangan smartphone.
Para ahli menekankan pentingnya peran orang tua dan institusi pendidikan dalam memberikan pengawasan dan panduan penggunaan gadget. Gadget sebenarnya dapat memberikan dampak positif, seperti akses informasi dan peluang ekspresi diri, jika digunakan secara bijak. Di Indonesia, sudah semakin banyak kasus adiksi game online yang terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit jiwa di berbagai kota, seperti Palembang, Semarang, dan Solo. Hasil pemeriksaan tim medis menyatakan masalah kejiwaan yang dialami anak-anak ini disebabkan penggunaan gawai yang berlebihan. Fenomena remaja yang nongkrong namun sibuk dengan ponsel masing-masing merupakan alarm bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan kualitas interaksi sosial generasi muda dan mencegah dampak negatif yang lebih serius di masa depan.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































