Di dalam dunia perkuliahan, diperlukan nilai untuk menentukan indeks prestasi seorang mahasiswa. Dalam indeks prestasi itu terdiri dari beberapa macam penilaian yang mana salah satunya adalah absen. Absen merupakan salah satu penilaian yang penting di dunia perkuliahan karena absen merupakan tanda seorang mahasiswa mengikuti perkuliahan. Namun, ada suatu fenomena kecurangan akademik yaitu “titip absen” yang merupakan ketidakmampuan seseorang untuk datang dan mengikuti perkuliahan dan meminta temannya untuk mengisi daftar hadir atas namanya. Meski terdengar sepele, budaya ini sudah ada sejak dulu dan masih berlanjut sampai sekarang.
Mahasiswa memiliki kesibukan mereka masing-masing, ada yang sibuk melaksanakan organisasi, bekerja paruh waktu atau sekedar malas mengikuti kelas dan jika mereka melewati absen maka akan mengancam nilai maupun kelulusan. Saat mereka tidak bisa mengikuti perkuliahan sehingga titip absen menjadi solusi. Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan dari pihak kampus dan biasanya yang sering melakukan titip absen adalah laki-laki. Karena laki-laki identik dengan kata “solid” serta mereka saling mendukung untuk mempermudah sesama menjalankan titip absen.
Faktor yang paling berpengaruh adalah penilaian mahasiswa terhadap titip absen. Makin banyak mahasiswa yang menilai bahwa titip absen merupakan hal yang wajar, maka peluang mahasiswa untuk titip absen akan semakin besar. Tentunya titip absen mencederai nilai-nilai akademik di kampus karena mengurangi integritas akademik karena mahasiswa tidak benar-benar hadir dalam perkuliahan. Hal ini juga merugikan mahasiswa itu sendiri karena mereka tidak dapat belajar dan mendapatkan materi secara langsung dari dosen.
Namun, seiring perkembangan teknologi, beberapa kampus sudah menerapkan absensi melalui sistem digital. Tujuannya agar manghilangkan budaya titip absen supaya pembelajaran di kampus lebih transparan. Sistemnya adalah dosen akan langsung mengabsensi mahasiswa yang hadir dan tidak hadir saat pertemuan berlangsung melalui sebuah website. Lalu, penanggung jawab yang sudah dipercayai dosen akan memvalidasi pertemuan saat itu melalui website yang sama.
Absensi melalui sistem digital hadir sebagai jawaban pihak kampus ditengah maraknya budaya titip absen. Namun, pencegahan titip absen tidak hanya melalui sistem digital, pencegahan bisa dilakukan dari mahasiswa itu sendiri seperti menekankan kejujuran karena perbuatan tersebut melanggar kode etik mahasiswa. Pencegahan lainnya terutama untuk dosen yaitu lebih memperhatikan lagi absensi dan jika ada mahasiswa yang melanggar absensi bisa dikenakan sanksi.
Fenomena titip absen adalah hal yang hampir dialami oleh setiap kampus. Budaya ini lahir dari kesibukan atau kemalasan mahasiswa yang tidak bisa mengikuti kelas. Fenomena ini jelas memiliki dampak negatif bagi mahasiswa. Untuk menanganinya diperlukan upaya dari pihak kampus dan kesadaran mahasiswa itu sendiri. Dengan penanganan yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecurangan akademik yaitu titip absen dan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna dan berkualitas.
Fenomena Titip Absen di Kalangan Mahasiswa
Oleh: Gevan Akbar Sangputra Arnawa
Daftar Pustaka
Rafita, Y. (2013). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecurangan akademik (titip absen) pada mahasiswa S1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia. Khazanah: Jurnal Mahasiswa, 25-37.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”










































































