Di tengah dinamika ekonomi yang serba tidak menentu dan gaya hidup yang terus mengalami perkembangan, mempunyai jaring pengaman keuangan menjadi sesuatu keharusan, terutama bagi Generasi Z. Lahir dan tumbuh di era digital, Gen Z dihadapkan pada tantangan dan peluang keuangan yang berbeda. Salah satu dasar utama untuk membangun kemandirian dan ketenangan keuangan adalah dengan memiliki dana darurat.
Dana darurat merupakan sejumlah uang yang secara khusus dialokasikan untuk menghadapi pengeluaran tak terduga dan mendesak. Ini bukanlah tabungan untuk liburan atau membeli handphone keluaran terbaru, melainkan dana “pecahan” saat situasi darurat terjadi. Situasi ini bisa beragam, mulai dari kehilangan pekerjaan, biaya medis yang tidak ditanggung asuransi, perbaikan kendaraan mendadak, hingga kebutuhan mendesak keluarga.
Bagi Gen Z, keberadaan dana darurat menjadi tameng utama dari berbagai risiko keuangan. Tanpa dana darurat ini, satu kejadian tak terduga dapat dengan mudah menjerumuskan mereka ke dalam utang konsumtif, seperti pinjaman online atau kartu kredit dengan bunga tinggi, yang pada akhirnya dapat mengganggu kesehatan keuangan jangka panjang.
Generasi Z menghadapi ekonomi yang berbeda dari generasi sebelumnya. Mulai dari gaya hidup yang konsumtif saat berbelanja Online, “beli sekarang, bayar nanti” (paylater) membuat Gen Z rentan terhadap pengeluaran impulsif. Belum lagi meningkatnya persaingan kerja kompetitif hingga maraknya kerja dengan model freelance membuat pendapatan menjadi kurang stabil. Dengan adanya dana darurat dapat membantu Gen Z menciptakan ke disiplin dan mempunyai skala prioritas dalam pengelolaan keuangan.
Sebagai aturan umum, para perencana keuangan merekomendasikan untuk memiliki dana darurat setara dengan tiga hingga enam bulan pengeluaran rutin. Misalnya, jika total pengeluaran bulanan Anda untuk kebutuhan pokok seperti kos, makan, transportasi, dan tagihan adalah Rp4.000.000, maka jumlah dana darurat ideal yang perlu Anda sediakan adalah antara Rp12.000.000 hingga Rp24.000.000.
Jumlah ini tentu bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu. Jika Anda memiliki pekerjaan yang stabil dan tidak memiliki tanggungan, memulai dengan target tiga bulan pengeluaran sudah merupakan langkah yang baik. Namun, jika Anda seorang pekerja lepas dengan pendapatan tidak menentu atau memiliki tanggungan keluarga, menargetkan enam bulan atau lebih akan memberikan rasa aman yang lebih besar.
Membangun dana darurat mungkin terdengar menakutkan, terutama bagi mereka yang baru memulai karier dengan pendapatan terbatas. Namun, kuncinya adalah konsistensi, bukan jumlah. Sebagai langkah awal untuk memulai dana darurat yaitu, Mencatat semua pengeluaran secara rutin, dengan begitu Anda bisa tahu berapa rata rata kebutuhan pengeluaran setiap bulannya.
Setelah mengetahui pengeluaran, buatlah anggaran sederhana. Identifikasi pos-pos pengeluaran yang bisa dikurangi, seperti langganan yang tidak perlu atau frekuensi jajan di luar. Selanjutnya, mulailah dengan nominal kecil yang realistis, contohnya 5-10% dari penghasilan bulanan Anda. Yang terpenting adalah membentuk kebiasaan menabung secara rutin.
Simpan dana darurat di rekening terpisah yang tidak memiliki kartu ATM atau sulit diakses. Ini akan membantu Anda agar tidak tergoda untuk menggunakan dana tersebut untuk pengeluaran non-darurat. Pilihlah rekening dengan risiko rendah dan likuiditas tinggi, seperti rekening tabungan atau reksa dana pasar uang.
Dana darurat menurut Penulis merupakan Investasi ketenangan pikiran dan masa depan finansial yang lebih stabil. Memulai kebiasaan ini sedini mungkin adalah langkah cerdas untuk menghadapi dunia yang penuh ketidakpastian dengan lebih percaya diri dan tangguh. Perlu di ingat, memiliki dana darurat bukan berarti Anda pesimis, melainkan Anda realistis dan siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi.