Hukum dalam Cengkeraman Realitas: Menelaah Interaksi Timbal Balik antara Kondisi Sosial dan Penegakan Hukum di Indonesia
Artikel ini membahas hubungan timbal balik antara hukum dan kondisi sosial di Indonesia dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum. Tujuannya adalah untuk menjelaskan bagaimana hukum memengaruhi dan dipengaruhi oleh dinamika sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam masyarakat. Dengan orientasi hukum sebagai gejala sosial dan pendekatan kualitatif-deskriptif, kajian ini menguraikan peran hukum dalam membentuk struktur sosial, serta bagaimana kondisi sosial-budaya-ekonomi-politik justru menentukan isi dan pelaksanaan hukum itu sendiri. Kajian ini memperlihatkan bahwa hukum di Indonesia tidak sepenuhnya netral, tetapi beroperasi dalam ruang yang dipenuhi ketimpangan, kekuasaan, dan realitas sosial yang kompleks.
Kata Kunci
sosiologi hukum, struktur sosial, penegakan hukum, ketimpangan, kekuasaan, hukum dan masyarakat
Pendahuluan
Hukum merupakan pilar penting dalam pembentukan tatanan sosial. Namun demikian, dalam praktiknya, hukum tidak bekerja dalam ruang hampa. Ia beroperasi dalam realitas sosial yang sarat dengan kompleksitas relasi kekuasaan, ketimpangan ekonomi, serta dinamika budaya dan politik. Oleh karena itu, studi terhadap hukum tidak cukup dilakukan secara normatif-dogmatis, tetapi harus pula dilakukan melalui pendekatan sosiologis yang memandang hukum sebagai bagian dari gejala sosial. Dalam konteks Indonesia, relasi antara hukum dan masyarakat menunjukkan ketegangan yang konsisten antara idealitas hukum dengan kenyataan sosial yang dihadapi. Fenomena lemahnya penegakan hukum, diskriminasi terhadap kelompok rentan, dan ketidaksetaraan akses terhadap keadilan menjadi bukti nyata dari pentingnya memahami hukum dalam konteks sosialnya. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana hukum memainkan peran dalam membentuk dan dipengaruhi oleh kondisi sosial-ekonomi-politik di Indonesia dengan menggunakan perspektif sosiologi hukum.
Landasan Teoretis dan Metodologi
Kajian ini menggunakan orientasi hukum sebagai gejala sosial dalam pendekatan sosiologi hukum yang dikembangkan oleh para pemikir seperti Max Weber, Emile Durkheim, dan Eugen Ehrlich. Menurut Weber, hukum mencerminkan relasi kekuasaan dan merupakan bagian dari dominasi legal-rasional. Durkheim melihat hukum sebagai cerminan solidaritas sosial dalam masyarakat. Sementara itu, Ehrlich menekankan pentingnya ‘living law’—hukum yang benar-benar hidup dalam masyarakat sebagai lawan dari hukum yang tertulis.Secara metodologis, artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik studi pustaka (library research) dan analisis deskriptif-kritis. Sumber data meliputi jurnal ilmiah, laporan lembaga resmi, dan peraturan perundang-undangan yang relevan. Pendekatan ini memungkinkan eksplorasi yang komprehensif terhadap hubungan antara kondisi sosial dengan penegakan hukum dalam konteks Indonesia.
Peranan Hukum terhadap Kondisi Sosial-Ekonomi-Politik
Hukum memainkan peran strategis dalam membentuk struktur sosial dan arah pembangunan nasional. Melalui kebijakan redistribusi seperti jaminan sosial, subsidi, dan regulasi ketenagakerjaan, hukum dapat mempersempit ketimpangan sosial. Sebagai contoh, hadirnya BPJS Kesehatan merupakan bentuk nyata intervensi hukum dalam memberikan akses pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.Namun, realitas politik hukum di Indonesia menunjukkan bahwa hukum sering kali dikendalikan oleh kepentingan ekonomi-politik tertentu. Dalam kasus pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, proses legislasi yang terburu-buru dan minim partisipasi publik menimbulkan kecurigaan terhadap orientasi hukum yang lebih berpihak pada investor ketimbang masyarakat pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa hukum dapat menjadi instrumen reproduksi kekuasaan dan ketimpangan, alih-alih alat transformasi sosial yang inklusif.Lebih lanjut, hukum juga memengaruhi politik identitas. Di berbagai wilayah, regulasi lokal sering digunakan untuk mendukung agenda mayoritarianisme yang justru mendiskriminasi kelompok minoritas. Ini memperlihatkan bahwa hukum tidak selalu netral, tetapi rentan dimanipulasi oleh aktor-aktor politik yang ingin mengukuhkan kekuasaannya.
Kondisi Sosial sebagai Penentu Substansi dan Penegakan Hukum
Substansi dan pelaksanaan hukum sangat dipengaruhi oleh konfigurasi sosial yang berlaku. Rendahnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat miskin menghambat efektivitas hukum. Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi buruh, hingga konflik agraria yang tidak terselesaikan karena korban tidak mampu mengakses mekanisme keadilan.Sementara itu, budaya patronase dan oligarki politik membuat penegakan hukum bersifat selektif dan diskriminatif. Hukum menjadi tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Fakta ini diperkuat oleh data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menunjukkan bahwa sebagian besar kasus korupsi melibatkan aktor-aktor politik, namun proses hukumnya sering kali lambat dan tidak transparan.Dalam konflik agraria, masyarakat adat dan petani kecil sering kali menjadi korban penggusuran akibat proyek pembangunan yang didukung kekuatan modal. Meskipun terdapat peraturan yang melindungi hak-hak mereka, seperti UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, pelaksanaannya sering tidak konsisten.
Oleh karena itu, pemahaman tentang hukum tidak bisa dilepaskan dari konteks sosialnya. Untuk menciptakan sistem hukum yang adil dan fungsional, perlu ada pembenahan struktur sosial yang lebih merata, peningkatan partisipasi publik, serta penguatan institusi hukum agar independen dan akuntabel.
Kesimpulan
Kajian ini menunjukkan bahwa hukum dan masyarakat saling membentuk dan memengaruhi. Hukum dapat menjadi alat perubahan sosial apabila ia berpihak kepada keadilan substantif dan dilaksanakan secara konsisten. Namun, dalam konteks sosial-politik Indonesia yang penuh ketimpangan dan patronase, hukum sering kali gagal memainkan fungsi idealnya. Oleh karena itu, reformasi hukum harus dilakukan secara holistik, tidak hanya melalui revisi regulasi, tetapi juga melalui perubahan struktur sosial dan penguatan budaya hukum. Sosiologi hukum memberikan lensa penting untuk membaca dan memperbaiki relasi hukum dan masyarakat secara kritis.
Oleh: Nur ayu putri (H1A124065)
Daftar Pustaka
Durkheim, Émile. (1984). The Division of Labour in Society. London: Macmillan.
Ehrlich, Eugen. (1936). Fundamental Principles of the Sociology of Law. Harvard University Press.
Hadiprayitno, I. (2021). Omnibus Law and Human Rights. Journal of Indonesian Legal Studies, 6(1), 1–15.
Komnas HAM. (2022). Laporan Tahunan: Akses terhadap Keadilan bagi Masyarakat Miskin. Jakarta: Komnas HAM.
KPK. (2023). Laporan Tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi 2023. Jakarta: KPK RI.
Santos, Boaventura de Sousa. (2002). Toward a New Legal Common Sense: Law, Globalization, and Emancipation. Butterworths.
UUD 1945 dan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
WALHI. (2023). Laporan Konflik Agraria dan Kerusakan Lingkungan di Indonesia. Jakarta: WALHI.