Kerusakan hutan Indonesia terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir dan kini menjadi salah satu problem lingkungan paling mengkhawatirkan di Asia Tenggara. Indonesia kehilangan jutaan hektare tutupan hutan akibat deforestasi, kebakaran hutan, serta konversi lahan untuk perkebunan skala besar. Kerusakan tersebut semakin menekan stabilitas ekologi dan mengubah pola kejadian bencana alam yang merugikan masyarakat. Dalam konteks pembangunan nasional, kerusakan hutan bukan lagi isu sektoral, tetapi ancaman yang dapat melemahkan ketahanan lingkungan, sosial, dan ekonomi negara. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai laporan menunjukkan bahwa hilangnya tutupan hutan secara signifikan mempengaruhi intensitas bencana hidrometeorologi di Indonesia. Data dari Global Forest Watch pada tahun 2023 mencatat bahwa Indonesia kehilangan sekitar 257.000 hektare hutan primer tropis, yang sebagian besar disebabkan oleh pembukaan lahan tidak berkelanjutan dan kebakaran hutan yang berulang. Dampaknya terlihat jelas, seperti banjir besar yang melanda Kalimantan Selatan pada awal 2021 yang disebut sebagai banjir terbesar dalam 50 tahun terakhir. Penelitian oleh Ilham & Rahmawati (2022) menunjukkan bahwa salah satu penyebab utama banjir tersebut adalah deforestasi masif di hulu DAS Barito, yang membuat tanah kehilangan kemampuan menyerap air sehingga mengakibatkan lonjakan debit sungai secara tiba-tiba.
Untuk mengurangi risiko tersebut, strategi mitigasi bencana menjadi langkah penting dalam membangun ketahanan lingkungan. Strategi mitigasi mencakup upaya yang menyasar akar permasalahan seperti reboisasi, rehabilitasi hutan, penegakan hukum terhadap praktik ilegal, serta penguatan tata kelola lahan berbasis partisipasi masyarakat. Pemerintah Indonesia melalui kebijakan “FOLU Net Sink 2030” juga telah berupaya menekan emisi sektor kehutanan dengan memperluas area restorasi gambut dan rehabilitasi hutan mangrove. Menurut penelitian Suwarno (2023), restorasi mangrove di pesisir Jawa dan Sumatra terbukti meningkatkan kapasitas penyerapan karbon dan memberikan perlindungan alami terhadap gelombang pasang serta abrasi.
Lebih jauh, strategi mitigasi tidak hanya berfokus pada pengelolaan fisik lingkungan, tetapi juga pada pembangunan kapasitas sosial masyarakat. Masyarakat lokal, terutama kelompok adat, memiliki peran penting dalam pengelolaan hutan karena mereka menerapkan praktik tradisional yang sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Studi oleh Ardhian & Ratnasari (2021) menunjukkan bahwa wilayah adat yang dikelola secara mandiri cenderung memiliki tingkat kerusakan hutan lebih rendah dibandingkan kawasan yang dikelola industri. Hal ini membuktikan bahwa keberlanjutan lingkungan dapat dicapai apabila masyarakat diberdayakan dan diakui sebagai pengelola utama sumber daya alam. Upaya mitigasi bencana juga semakin diperkuat dengan penggunaan teknologi seperti citra satelit, drone, dan sistem peringatan dini kebakaran. Teknologi tersebut memungkinkan deteksi dini perubahan tutupan lahan dan meminimalkan risiko bencana. Di Kalimantan Tengah, implementasi sistem peringatan dini berbasis satelit oleh BRIN pada tahun 2022 berhasil menurunkan luas area terbakar hingga 30% dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan penggunaan teknologi menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk mengelola risiko bencana secara lebih efisien. Ketahanan lingkungan dan masyarakat tidak dapat terwujud tanpa kolaborasi multi-stakeholder antara pemerintah, akademisi, komunitas lokal, dan sektor swasta. Di banyak daerah, program rehabilitasi hutan yang melibatkan masyarakat, seperti eco-village dan agroforestry berbasis komunitas, terbukti mampu meningkatkan pendapatan sekaligus memulihkan ekosistem. Pendekatan ini menunjukkan bahwa mitigasi bencana bukan hanya tentang pencegahan kerusakan, tetapi juga menciptakan kesejahteraan berkelanjutan bagi masyarakat.
Pada akhirnya, kerusakan hutan dan bencana ekologis merupakan pengingat kuat bahwa hubungan antara manusia dan alam harus diatur secara lebih bijak. Indonesia memiliki potensi besar untuk memulihkan lingkungan dan membangun masyarakat yang tangguh apabila strategi mitigasi dijalankan secara konsisten, didukung oleh data ilmiah yang kuat, dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Ketahanan lingkungan bukan sesuatu yang dapat dicapai secara instan, tetapi membutuhkan komitmen jangka panjang untuk menjaga hutan sebagai sumber kehidupan bangsa.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”








































































