Banjir yang menghantam sejumlah wilayah di Sumatra , termasuk Aceh Utara, meninggalkan kerusakan berat pada permukiman warga. Ketinggian air yang mencapai tiga meter membuat ribuan penduduk harus mengungsi dan kehilangan harta benda. Pencarian korban bencana banjir di wilayah Aceh Utara ditempuh oleh keluarga korban bencana. Salah satunya Raja Hanif, keluarga korban yang tinggal di Turki sebagai mahasiswa. Diwawancarai melalui zoom meeting, Raja baru mendapatkan informasi kabar setelah hari ke-5 pencarian dari tanggal terjadinya banjir pada 26 November 2025.
“Aku baru dapet kabar keluarga aku sekitar 5 hari setelah banjir terjadi,” ujar Raja Hanif.
Dilatarbelakangi rasa khawatir dan kepedulian terhadap kampung halaman, Raja bersama komunitas perantau Aceh di Turki kemudian membentuk Ikatan Keluarga Aceh-Turki. Organisasi ini bertujuan mengoordinasi bantuan moral, finansial, maupun logistik bagi korban banjir. Mereka menggalang donasi dari mahasiswa hingga warga Turki yang bersimpati pada bencana tersebut. Agar bantuan sampai dengan cepat dan tepat sasaran, penyalurannya dilakukan melalui rekan-rekan mereka yang sedang berada di Aceh. Upaya ini menjadi bukti nyata solidaritas sesama warga Aceh dan indonesia, meski tinggal jauh di luar negeri namun tetap terikat kuat secara emosional dengan tanah kelahiran.
Kerusakan Parah, Banyak Rumah Tenggelam, dan Kehilangan Benda Benda
Gelombang banjir membawa lumpur pekat yang merusak rumah, kendaraan, serta barang berharga warga. Raja menggambarkan kondisi wilayahnya seperti deja vu bencana tsunami aceh 2004.
“Rumah aku cuma keliatan atapnya. Semua barang nggak bisa dipakai lagi,” ungkapnya.
Rumah keluarganya yang hanya menyisakan bagian atap karena hampir seluruh bangunan terendam air. Tiga mobil, dua motor, serta seluruh perabot hilang dan tidak bisa digunakan kembali. Bahkan barang-barang yang telah dipindahkan ke tempat lebih tinggi tetap rusak karena air mencapai titik yang tidak terduga.
Akses Terputus, Warga Kesulitan Air Bersih dan Listrik
Kerusakan infrastruktur semakin memperburuk keadaan. Listrik padam total karena sebagian besar tiang listrik roboh. Sumber air bersih juga tidak dapat diakses karena tercemar lumpur. Warga harus bergantung pada suplai air dari kota lain.
“Kita kekurangan banget sumber air bersih, kita menggunakan air bersih itu disalurkan dari kota-kota lain” ujar Raja Hanif.
Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Pase Aceh Utara menyalurkan air bersih kepada para pengungsi dengan menggunakan berbagai cara, hingga suplai air bersih sampai ke lokasi pengungsian. Suplai air bersih lainnya juga berasal dari Pemerintah Kabupaten (PemKab) Aceh Utara, Palang Merah Indonesia (PMI), dan berbagai organisasi non-pemerintah juga turut menyalurkan bantuan air bersih kepada korban bencana banjir.
Berdasarkan sumber dari BNPB, pemerintah telah mengirimkan bantuan logistik dan peralatan menggunakan pesawat cargo/ Hercules milik TNI AU. Lewat PT PLN, pemerintah mengirim peralatan perbaikan listrik, termasuk tiang dan tower darurat (emergency tower) yang telah dikirim ke Aceh, Sebagian dibantu oleh TNI menggunakan pesawat Hercules untuk mempercepat distribusi.
Aktivitas Warga Lumpuh 80 Persen
Dampak banjir menyentuh nyaris seluruh aspek kehidupan masyarakat. Aktivitas ekonomi seperti toko, bengkel, dan beberapa tempat lainnya tidak dapat beroperasi dengan karena rusak berat dan dipenuhi lumpur. Sebagian rumah bahkan tertimbun tanah, sehingga warga harus menggali kembali sisa bangunan untuk menemukan barang yang masih mungkin diselamatkan. Menurut Raja, sekitar 80 persen kegiatan sosial ekonomi masyarakat berhenti total. Banyak warga kini harus memulai hidup dari nol, tanpa harta benda maupun sumber penghasilan.
“80 persen mati total. Kenapa? Karena kalau bank, bank enggak bisa, enggak hidup juga karena kena lumpur segala macam, mesinnya rusak. Kalau yang kayak jualan, perabotan, segala macam. Mereka harus mulai dari nol mungkin. Karena memang semuanya rusak.” Ujarnya.
Penyaluran Bantuan Belum Merata
Meskipun bantuan mulai berdatangan dari berbagai sumber, distribusinya tidak berjalan optimal. Raja menyebut bahwa beberapa bantuan ditahan sementara di tingkat pemerintahan lokal sehingga tidak langsung sampai ke warga. Keluarganya sendiri belum menerima bantuan apa pun hingga saat wawancara dilakukan. Warga sangat membutuhkan pasokan makanan pokok, obat-obatan, dan tenaga medis. Di sisi lain, harga bahan makanan melonjak tajam karena sebagian pedagang memanfaatkan situasi darurat untuk menaikkan harga.
“keluarga aku di Aceh sampai sekarang belum menerima bantuan apapun. Fix dari diri sendiri. Keluarga aku lima hari mereka cuma makan mi instan saja. Harusnya pemerintah larang pedagang untuk enggak ngambil kesempatan di waktu darurat dengan naikin harga pangan terlalu tinggi.” Ujar Raja Hanif.
Pesan untuk Pemerintah: “Masyarakat Nomor Satu”
Raja berharap pemerintah pusat maupun daerah dapat meningkatkan kecepatan respons dan mengawasi distribusi bantuan agar tepat sasaran. Ia mengapresiasi pejabat yang turun langsung ke lapangan, namun menyayangkan pejabat lain yang tidak tampak saat bencana berlangsung. Raja juga menyoroti dugaan penebangan liar di daerah pegunungan yang memperburuk potensi longsor, sehingga memperbesar dampak banjir. Ia menekankan bahwa “masyarakat harus menjadi prioritas nomor satu dalam setiap penanganan bencana”
Pesan Raja untuk Masyarakat: Siaga, Simpan Uang Tunai, dan Jaga Lingkungan
Raja memberikan pesan kewaspadaan kepada warga di seluruh Indonesia, terutama yang tinggal di daerah rawan banjir. Ia mengingatkan pentingnya menyimpan sebagian uang tunai karena saat bencana ATM dan internet tidak berfungsi. Selain itu, ia menegaskan pentingnya menjaga lingkungan, terutama mencegah penebangan hutan liar. Banyak kayu terbawa arus banjir menjadi bukti bahwa kerusakan hutan berperan besar memperburuk bencana.
“Karena tau negara Indonesia sering terjadi banjir, kita perlu antipasti tinggi. Dan kalau saran aku, jangan banyak simpan uang di bank. Kenapa? Jadi waktu terjadinya banjir gitu. ATM pada enggak bisa diakses. Dan untuk masyarakat, lebih menjaga lingkungan karena dibalik banjir itu, terlihat banyak penebangan, kita enggak tau itu penebangan liar atau enggak. Karena banyak di temukan kayu, ketika banjir bandang itu” Ujarnya.
Ketika bencana banjir terjadi, masyarakat merupakan pihak yang paling terdampak dan harus menjadi fokus dalam setiap upaya tanggap darurat maupun pemuluhan jangka panjang. Aksi solidaritas dari komunitas perantau Aceh di Turki menjadi bukti bahwa kepedulian tidak memiliki batas geografis. Dukungan tersebut diharapkan dapat membantu meringankan beban warga dan mempercepat proses bangkitnya kembali daerah terdampak.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”








































































