Kota Tebing Tinggi, Selasa (16/9) – Di tengah riuh rendah aktivitas jual beli, Walikota Tebing Tinggi H. Iman Irdian Saragih bersama rombongan melakukan kunjungan ke Pasar Inpres. Agenda yang digembar-gemborkan sebagai ajang dialog soal rencana besar revitalisasi pasar itu ternyata justru meninggalkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban bagi ratusan pedagang yang hidupnya bergantung di sana.
Dengan pengawalan ketat dan sorotan kamera, Walikota berjalan menyusuri lorong sempit pasar yang becek. Ia menyapa pedagang sekilas, sesekali berhenti untuk berbincang singkat, lalu berlalu. Seorang sumber di lapangan yang enggan disebut namanya menyebutkan, rombongan Walikota hanya melempar janji normatif tanpa solusi nyata.
“Yang disampaikan intinya pasar ini nanti akan modern, bersih, dan nyaman setelah direvitalisasi. Katanya demi kebaikan bersama, pembeli jadi nyaman, pedagang bisa tingkatkan omzet. Tapi tidak ada jawaban jelas: selama pembangunan nanti pedagang dipindahkan ke mana,” ungkap sumber tersebut.
Kekecewaan jelas tergambar di wajah para pedagang. Ibu Marbun (54), pedagang sayur yang sudah lebih dari 20 tahun berjualan di Pasar Inpres, menuturkan keresahannya. “Kami setuju pasar ini dibangun lebih bagus, siapa yang tidak mau? Tapi, selama pembangunan nanti kami mau jualan di mana? Dapur kami harus tetap mengepul, anak-anak butuh biaya sekolah,” keluhnya getir.
Hal senada disampaikan Amri (38), pedagang bumbu, yang menilai pemerintah tidak pernah benar-benar membuka ruang dialog. “Jawaban Pemko menggantung, katanya masih akan dikaji. Dikaji itu sampai kapan? Proyek katanya mulai Oktober, tapi kepastian relokasinya mana? Kami butuh kepastian, bukan janji-janji,” tegasnya.
Pedagang merasa, kehadiran Walikota kali ini hanya untuk meredam potensi gejolak di permukaan, bukan menyelesaikan akar masalah. Tanpa relokasi strategis yang disediakan pemerintah, mereka khawatir akan dipaksa berhenti berdagang atau mencari lapak liar yang penuh risiko.
Hingga rombongan meninggalkan lokasi, tak ada satu pun pernyataan resmi yang menenangkan hati pedagang terkait nasib mereka selama proses revitalisasi. Kunjungan yang seharusnya membawa harapan kini justru menyisakan awan kelabu ketidakpastian. Pedagang hanya bisa berharap ada solusi konkret, bukan sekadar seremonial yang penuh pencitraan.
Revitalisasi pasar tanpa relokasi yang jelas sama saja dengan penggusuran terselubung. Pemerintah kota seolah ingin meninggalkan jejak monumental dengan proyek fisik, tapi abai pada penderitaan rakyat kecil yang kehilangan ruang hidupnya. Jika pola ini terus dipertahankan, revitalisasi bukan lagi wajah kemajuan, melainkan wajah ketidakadilan.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”