Hubungan internasional selalu berkaitan erat dengan tiga konsep utama, yaitu aktor, kepentingan, dan kekuatan. Ketiga konsep tersebut merupakan landasan dasar yang membentuk dinamika interaksi antaraktor dalam sistem global dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Aktor merujuk pada pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan internasional, baik negara maupun entitas non-negara. Setiap tindakan yang dilakukan oleh aktor pada dasarnya diarahkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Untuk merealisasikan kepentingan tersebut, setiap aktor memerlukan kekuatan sebagai sarana penopang agar kepentingannya dapat diperjuangkan dan dipertahankan. Dalam konteks ini, kepentingan menempati posisi yang sangat sentral, sebab tanpa adanya kepentingan yang hendak dicapai, tidak akan muncul tindakan politik, dan kekuatan yang dimiliki suatu negara tidak akan digunakan.
Dalam kajian hubungan internasional, kepentingan nasional menjadi konsep utama untuk memahami arah serta pola perilaku luar negeri suatu negara. Menurut Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani dalam bukunya Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, kepentingan nasional didefinisikan sebagai berikut:
“Kepentingan nasional suatu negara merupakan unsur-unsur yang membentuk kebutuhan negara yang paling vital seperti pertahanan, keamanan, militer, dan kesejahteraan ekonomi. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara” (Perwita dan Yani, 2014: 35).
Definisi tersebut menegaskan bahwa kepentingan nasional berfungsi sebagai rujukan utama bagi para pengambil keputusan sebelum menetapkan sikap maupun kebijakan luar negeri. Setiap langkah kebijakan luar negeri pada hakikatnya harus berpijak pada kepentingan nasional dan diarahkan untuk melindungi serta mencapai tujuan-tujuan yang dianggap paling mendasar bagi keberlangsungan negara. Oleh karena itu, kepentingan nasional kerap dijadikan ukuran utama dalam menilai rasionalitas suatu kebijakan luar negeri.
Kepentingan nasional yang dimiliki setiap negara tidak bersifat seragam. Perbedaan kondisi demografis, karakter bangsa, latar belakang budaya, hingga pengalaman sejarah membentuk variasi kepentingan nasional antarnegara. Hans J. Morgenthau memandang kepentingan nasional sebagai konsep yang maknanya ditentukan oleh tradisi politik dan konteks kebudayaan suatu negara, kemudian dirumuskan secara sadar oleh negara yang bersangkutan. Maka dari pemahaman tersebut dapat diartikan bahwa kepentingan nasional tidak hadir secara alamiah, melainkan lahir dari proses historis dan sosial yang panjang.
Dalam kerangka ini, negara diposisikan sebagai aktor utama dalam merumuskan dan menjalankan politik luar negeri yang berdaulat. Melalui interaksi internasional, setiap aktor berupaya mengejar kepentingan nasionalnya masing-masing. Kepentingan tersebut selanjutnya diterjemahkan ke dalam konsep kekuatan, karena dalam praktiknya kepentingan hanya dapat diperjuangkan apabila didukung oleh kapasitas kekuatan tertentu, baik politik, ekonomi, militer, maupun diplomatik. Hubungan antara kepentingan dan kekuatan inilah yang menjelaskan mengapa negara dengan kekuatan relatif lebih besar memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam sistem internasional.
Kepentingan nasional juga dapat dipahami sebagai tujuan mendasar yang mengarahkan para pembuat kebijakan dalam menentukan arah hubungan luar negeri. Kepentingan ini lahir dari kebutuhan internal negara, yang mencakup aspek politik, ekonomi, keamanan, serta sosial budaya. Selain itu, kepentingan nasional sering dikaitkan dengan upaya membangun citra dan posisi tawar negara di tingkat internasional. Cara sebuah negara memperjuangkan kepentingannya akan menjadi cerminan karakter dan orientasi politik luar negeri negara tersebut di mata masyarakat dunia.
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif dalam Perspektif Aktor, Kepentingan, dan Kekuatan
Dalam konteks Indonesia, pembahasan mengenai peran negara di arena internasional tidak dapat dilepaskan dari doktrin politik luar negeri bebas aktif. Kebijakan ini menempatkan Indonesia sebagai aktor yang memiliki kemandirian penuh dalam menentukan sikap dan arah kebijakan luar negerinya tanpa terikat pada kepentingan kekuatan besar tertentu. Prinsip bebas mencerminkan sikap tidak memihak pada kekuatan mana pun yang bertentangan dengan nilai dan kepribadian bangsa, sedangkan prinsip aktif menegaskan bahwa Indonesia tidak bersikap pasif atau sekadar bereaksi, melainkan terlibat secara konstruktif dalam berbagai persoalan internasional.
Keterkaitan antara politik luar negeri bebas aktif dengan konsep aktor, kepentingan, dan kekuatan membentuk identitas Indonesia dalam sistem hubungan internasional. Identitas ini berfungsi sebagai penanda karakter sekaligus pembeda Indonesia dari aktor lainnya. Dengan pendekatan tersebut, Indonesia memiliki keleluasaan dalam menjalin kerja sama internasional serta tidak terjebak pada ketergantungan terhadap satu kekuatan tertentu. Kepentingan nasional Indonesia diperjuangkan dengan berlandaskan ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang memuat tujuan melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta berperan dalam mewujudkan ketertiban dunia yang adil dan damai.
Dalam pelaksanaannya, Indonesia juga menyadari pentingnya kekuatan sebagai nilai tawar dalam memperjuangkan kepentingan nasional. Kekuatan tidak hanya dimaknai sebagai kemampuan militer, tetapi juga mencakup kekuatan ekonomi, diplomasi, posisi geografis, sumber daya alam, serta kualitas sumber daya manusia. Seluruh unsur tersebut menjadi modal strategis yang dapat dimobilisasi sesuai dengan karakter isu yang dihadapi.
Sebagai contoh, isu perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Uni Eropa terkait minyak sawit menunjukkan bagaimana Indonesia memainkan perannya sebagai aktor yang berdaulat. Pada periode 2018–2019, Uni Eropa menerapkan regulasi deforestasi yang berdampak pada pembatasan impor minyak sawit dari Indonesia dengan alasan perlindungan lingkungan. Kebijakan ini dipandang mengancam kepentingan nasional Indonesia, mengingat minyak sawit merupakan salah satu komoditas ekspor utama yang menopang perekonomian nasional dan kesejahteraan jutaan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Indonesia mengambil langkah strategis dengan mengajukan gugatan sengketa ke Organisasi Perdagangan Dunia pada tahun 2019, dengan tuduhan bahwa kebijakan Uni Eropa bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas. Selain melalui jalur hukum internasional, Indonesia juga mengerahkan kekuatan diplomasi dan ekonomi melalui perundingan bilateral, perluasan pasar ekspor ke kawasan Asia dan Timur Tengah, serta penguatan regulasi domestik melalui sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil sebagai upaya meningkatkan daya saing dan legitimasi minyak sawit nasional.
Contoh tersebut menunjukkan bahwa Indonesia secara aktif memperjuangkan kepentingan nasionalnya dengan memanfaatkan kekuatan diplomatik dan ekonomi sebagai instrumen utama. Sikap ini menegaskan bahwa Indonesia tidak serta-merta tunduk pada tekanan kebijakan perdagangan Uni Eropa, meskipun Uni Eropa merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia. Melalui perpaduan aktor yang berdaulat, kepentingan yang jelas, dan kekuatan yang dimobilisasi secara strategis, Indonesia berupaya mempertahankan kedaulatan ekonominya dalam sistem hubungan internasional yang semakin kompetitif dan kompleks.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”








































































