Pendidikan inklusif menjadi isu penting dalam sistem pendidikan di Indonesia karena masih banyak anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses yang adil dan setara terhadap layanan pembelajaran. Hal ini terlihat dari terbatasnya sarana pendukung, kurangnya tenaga pengajar yang mendampingi, serta pemahaman sekolah yang belum merata mengenai penerapan pendidikan inklusif. Selain itu, masih ada beberapa sekolah yang menganggap keberadaan anak berkebutuhan khusus sebagai beban tambahan yang dapat mengganggu proses efektivitas pembelajaran reguler. Namun sebenarnya, pendekatan inklusif menegaskan bahwa keberagaman adalah aset yang perlu dihargai dan dikelola lewat kebijakan, strategi, serta budaya sekolah yang ramah perbedaan. Situasi ini membuat isu pendidikan inklusif sangat penting untuk dibahas dengan pendekatan yang kritis dan menyeluruh. Isu lain yang muncul adalah dengan adanya perbedaan antara kebijakan dari pemerintah dan penerapan di lapangan, di mana sejumlah sekolah belum sepenuhnya siap untuk menerapkan layanan inklusif dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya pelatihan bagi guru, minimnya dukungan untuk sarana pembelajaran yang dapat disesuaikan, serta masih adanya stigma terhadap anak berkebutuhan khusus, baik dari pihak guru, orang tua, maupun siswa lainnya.
Situasi ini menandakan bahwa pelaksanaan pendidikan inklusif memerlukan dukungan yang sistematis, mulai dari peningkatan kemampuan guru hingga penguatan kerjasama antara berbagai pihak. Dalam hal ini, guru memainkan peran yang sangat penting untuk keberhasilan pelaksanaan pembelajaran inklusif dalam kelas. Mereka bukan sekadar pengajar, melainkan juga sebagai mediator sosial, perancang pembelajaran yang dapat disesuaikan, dan dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung keberagaman.Isu ini diangkat karena masalah inklusi tidak hanya mencakup aspek teknis dalam pendidikan, tetapi juga berkaitan dengan isu humanisme, kesetaraan hak, dan kualitas pendidikan secara nasional. Di samping itu, adanya berbagai studi tentang peran dan sikap guru, teknologi bantu (asistif), serta manajemen kelas inklusif membuka peluang untuk analisis yang mendalam dalam memahami penerapan pendidikan inklusif. Dengan mengkaji isu ini, penulis berharap dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai bagaimana guru dapat memaksimalkan perannya dalam membangun lingkungan belajar yang benar-benar menghargai keberagaman secara nyata. Penetapan tema ini juga dipicu oleh bukti dari berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa guru memiliki pengaruh terbesar dalam menciptakan keberhasilan sistem inklusif di sekolah.
Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis yang menggabungkan teori, hasil penelitian, dan kenyataan di lapangan agar solusi yang dihasilkan lebih praktis dan dapat diterapkan. Tujuan dari penulisan esai ini adalah untuk menganalisis dengan seksama bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusif dilakukan di sekolah serta bagaimana peran guru sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung keberagaman. Selain itu, esai ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai tantangan yang muncul, baik dari segi pedagogis, struktural, maupun kultural yang dihadapi guru dalam menerapkan pendidikan yang inklusif. Tujuan lainnya adalah memberikan gambaran mengenai praktik terbaik dan saran yang dapat diterapkan guna meningkatkan kualitas layanan inklusif di semua tingkatan pendidikan. Dengan demikian, esai ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi guru, institusi pendidikan, serta para pembuat kebijakan dalam memperkuat pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia. Penulisan ini ingin menegaskan bahwa usaha menciptakan ruang belajar yang ramah terhadap keberagaman merupakan tanggung jawab bersama yang perlu dilaksanakan secara terus-menerus.
Pendidikan inklusif menempatkan sekolah sebagai ruang sosial yang wajib memberikan kesempatan belajar bagi seluruh peserta didik tanpa membedakan kemampuan, latar belakang, atau karakteristik pribadi. Dalam hal ini, guru menjadi aktor utama yang paling menentukan bagaimana nilai-nilai inklusif dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari dapat terlaksana. Peran tersebut menuntut guru memiliki keterampilan pedagogis, psikologis, dan sosial yang efektif dalam mengatasi keragaman siswa dalam satu kelas. Penelitian menunjukkan bahwa guru memiliki pengaruh langsung terhadap kualitas pengalaman belajar peserta didik dalam sistem pembelajaran yang inklusif, terutama melalui cara mereka merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi pembelajaran (Surfilda Dwi Atika 2025) Tidak hanya sebagai pendidik, guru juga berperan penting dalam pelaksanaan pembelajaran yang inklusif. Studi yang dilakukan pada sekolah dasar menunjukkan bahwa guru merupakan faktor kunci dalam menciptakan suasana belajar yang mendukung penerimaan dan keanekaragaman peserta didik (Dkk 2016). Peran ini tidak hanya mencakup penguasaan isi materi atau teknik pengajaran, tetapi juga kemampuan untuk membangun hubungan yang baik, mengatur dinamika kelas,serta menciptakan interaksi yang inklusif.
Dari sudut pandang pedagogis, keberhasilan pendidikan inklusif tergantung pada sejauh mana guru mampu menerapkan pembelajaran yang berbeda-beda, yaitu dengan menyesuaikan metode, media, dan aktivitas belajar sesuai dengan karakteristik peserta didik. Guru perlu memahami bahwa setiap peserta didik memiliki kebutuhan belajar yang berbeda, sehingga satu pendekatan sering kali tidak memadai. (Dewi and Arnawa 2023) menekankan pentingnya asesmen awal agar pendidik dapat merancang pembelajaran yang responsif sesuai dengan kondisi di kelas. Dalam hal ini, diferensiasi bukan sekedar strategi teknis, tetapi juga representasi dari sikap profesional guru dalam menangani keberagaman. Selain faktor teknis, sikap guru merupakan indikator paling penting untuk keberhasilan pendidikan inklusif. Sikap yang positif menunjukkan keterbukaan terhadap keberagaman, kesiapan untuk menghadapi perubahan, serta kesediaan untuk meningkatkan kompetensi diri. Sebaliknya, sikap negatif dapat menimbulkan penolakan terhadap praktik inklusi dan menghambat kemampuan guru dalam menciptakan lingkungan kelas yang ramah bagi semua peserta didik. (Risnawati, Tina Juniarti, and Abdurrahman 2025) mengungkapkan bahwa sikap guru merupakan faktor utama dalam efektivitas penyelenggaraan pembelajaran yang inklusif, bahkan lebih signifikan daripada ketersediaan fasilitas.
Selain itu, guru juga memiliki peran dalam menciptakan suasana sosial-emosional yang inklusif. Pada jenjang PAUD, misalnya, guru tidak hanya dituntut untuk menciptakan pembelajaran yang ramah, tetapi juga untuk memberikan dukungan emosional yang dapat meningkatkan rasa aman dan percaya diri anak. (Utami et al. 2025)menunjukkan bahwa membangun lingkungan emosional yang positif sejak usia dini dapat memperkuat kesiapan belajar serta kemampuan sosial anak dalam jangka panjang. Seiring dengan kemajuan teknologi, inovasi digital membuka kesempatan baru bagi pendidik untuk memperkuat praktik inklusi. Teknologi bantuan berperan dalam menciptakan pengalaman belajar yang lebih beragam (variatif) dan dapat diakses oleh seluruh peserta didik. (Multidisiplin 2025), pemanfaatan media interaktif, video pembelajaran, dan aplikasi edukasi mampu meningkatkan fokus, pemahaman, dan motivasi belajar peserta didik. Namun, teknologi hanya akan berfungsi dengan baik jika pendidik memiliki kemampuan literasi digital yang memadai dan dapat memilih aplikasi yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Selain kemampuan pribadi guru, penerapan inklusi membutuhkan kolaborasi yang kuat antara guru, orang tua, dan pihak sekolah. Tanpa adanya komunikasi yang teratur, strategi pembelajaran sulit diterapkan secara merata, dan kemajuan belajar siswa tidak dapat dipantau secara menyeluruh. (Khayati et al. 2020)menekankan bahwa kerjasama merupakan komponen penting dalam pengelolaan kelas inklusif karena membantu mempertahankan konsistensi antara pembelajaran di sekolah dan pembinaan di rumah. Kolaborasi ini mencakup berbagi informasi, penyusunan strategi bersama, serta evaluasi yang dilakukan secara berkala. pendidik menjalankan peran ganda, yaitu sebagai fasilitator dan pengatur suasana kelas, yang memerlukan kemampuan beradaptasi dan kreativitas tinggi. Mereka menekankan bahwa pendidik harus menyesuaikan cara penyampaian materi, kecepatan dalam mengajar, serta jenis dukungan yang diberikan agar semua peserta didik bisa berpartisipasi dalam proses pembelajaran (Surfilda Dwi Atika 2025). Oleh karena itu, pendidik tidak hanya sekedar pengajar, tetapi juga memfasilitasi interaksi dan memastikan setiap peserta didik mendapatkan perhatian yang sama. bahwa keberhasilan pembelajaran inklusif tidak semata-mata bergantung pada kebijakan atau fasilitas, melainkan pada kemampuan guru membangun budaya sekolah yang inklusif. Budaya tersebut mencakup penerimaan terhadap keberagaman, penghargaan terhadap perbedaan, serta komitmen untuk menciptakan ruang belajar yang adil, aman, dan harmonis. Guru sebagai agen utama perubahan budaya berperan penting dalam memastikan bahwa inklusi tidak hanya menjadi slogan, tetapi praktik nyata dalam kehidupan sekolah sehari-hari. (Surfilda Dwi Atika 2025) menunjukkan bahwa kesiapan guru dalam hal kompetensi dan sikap merupakan dasar utama untuk melaksanakan inklusif yang efektif. Dengan demikian pendidikan inklusif merupakan proses yang menuntut kemampuan adaptif, kreativitas pedagogis, sikap positif, kolaborasi yang kuat, serta dukungan sistem dari sekolah. Guru menjadi inti dari keseluruhan proses ini karena mereka tidak hanya mengajar, tetapi membentuk pengalaman belajar yang menghargai keberagaman dan memastikan seluruh peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.
Dengan demikian, keberhasilan dalam menerapkan pembelajaran inklusif bergantung pada keterampilan, sikap positif, dan kemampuan adaptasi dari guru dalam menangani berbagai perbedaan melalui pembelajaran yang berbeda, penguatan suasana sosial-emosional, penggunaan teknologi bantu, serta kerja sama yang berkesinambungan dengan orang tua dan sekolah. Oleh karena itu, disarankan agar guru terlibat dalam pelatihan yang berkelanjutan mengenai strategi pembelajaran inklusif di sekolah yang menciptakan kultur yang menghargai perbedaan melalui kebijakan internal yang mendukung, memperkuat komunikasi antara sekolah dan orang tua melalui pertemuan secara teratur, dan pemerintah menyediakan fasilitas, dana, serta sumber daya manusia untuk memastikan penerapan pendidikan inklusif berjalan dengan efektif dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Wayan Kesi Manjari, and I Putu Gede Budi Arnawa. 2023. “Peranan Guru Kelas Dalam Pembelajaran InklusifPada Anak Berkebutuhan Khusus.” Metta : Jurnal Ilmu Multidisiplin 3(4): 581–594. https://doi.org/10.37329/metta.v3i4.2930.
Dkk, Alifsyam Islamulmuflikhun. 2016. “Peran Guru Dalam Membangu Lingkungan Belajar Yang Mendukung Pendidikan Inklusi Di SDn Margorejo 1 Surabaya.” Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar 10(01): 221–34.
Khayati, Nurul Ani, Faizatul Muna, Eling Diar Oktaviani, Ahmad Fauzan Hidayatullah, Nurul Ani Khayati, Faizatul Muna, Eling Diar Oktaviani, and Ahmad Fauzan Hidayatullah. 2020. “Peranan Guru Dalam Pendidikan Inklusif Untuk Pencapaian Program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ( SDG ’ s ) The Role of Teachers in Inclusive Education for Achieving the Sustainable Development Goals ( SDG ’ s ) Program.” Jurnal Komunikasi Pendidikan 4(1): 55–61. http://www.journal.univetbantara.ac.id/index.php/komdik.
Multidisiplin, Jurnal Ilmiah. 2025. “Optimalisasi Peran Guru Melalui Teknologi Asistif Dalam Pendidikan Inklusi Di Indonesia.” 2(5): 447–56.
Risnawati, Tina Juniarti, and Abdurrahman. 2025. “Membangun Lingkungan Belajar Yang Inklusif Dan Memotivasi: Peran Guru Dalam Pendidikan Multikultural.” Chatra: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran 1(3): 105–12. doi:10.62238/chatra.v1i3.169.
Surfilda Dwi Atika, Nova Estu Harsiwi. 2025. “Pentingnya Peran Guru Dalam Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar.” 11: 165–77.
Utami, Tiara Septia, Ayu Aprilia, Pangestu Putri, Lailatul Badriyah, Nur Rafizah, Bimbingan Konseling, Fakultas Keguruan, and Universitas Mulawarman. 2025. “Peran Guru Paud Dalam Menciptakan Lingkungan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.” 8(3): 1308–17. doi:10.31004/aulad.v8i3.1376.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”





































































