Siaran Berita, Jakarta, 4/11/2025 – Media sosial kembali dibuat riuh oleh pengakuan seorang perempuan yang menguliti keburukan suaminya sendiri seorang pria yang dikenal menyandang gelar “Habib” dan berasal dari keluarga Assegaf. Sosok yang bernama Muhsin Assegaf bin Muhdor Assegaf itu bahkan disebut merupakan lulusan pondok pesantren ternama. Lewat serangkaian unggahan di akun TikTok @lmyourr0, sang istri menuturkan kisah hidup yang jauh dari citra religius sang suami. Dalam sejumlah video dan tangkapan layar yang disertakan, ia mengklaim bahwa selama pernikahan, seluruh kebutuhan rumah tangga justru dipenuhi oleh dirinya sendiri.
“Selama menikah, saya yang kerja. Saya yang kirim uang buat orang tuanya. Dia hanya main gim dari pagi sampai malam,” tulisnya dalam unggahan yang kini telah ditonton jutaan kali. Kecurigaan bermula saat suaminya kerap berpamitan keluar rumah dengan alasan “ada urusan dagang.” Sang istri sempat bertanya, namun dijawab dingin, “Kalau suami keluar, cukup doakan, tidak perlu ditanya.”
Seiring waktu, kejanggalan itu terbongkar. Dari bukti transaksi daring hingga riwayat lokasi, ia mendapati sang suami ternyata bertemu dengan mantan istrinya di sebuah indekos. “Awalnya saya kira salah paham. Tapi setelah saya lihat bukti GoFood, transfer, dan lokasi, semuanya jelas. Mereka bukan sekadar bertemu. Mereka menginap,” tulisnya. Ketika dikonfrontasi, sang suami disebut menolak mengakui dan berdalih bahwa pertemuan itu “urusan anak.” Namun sang istri balik bertanya getir, “Kalau urusan anak, kenapa yang dijemput mantan istrinya, bukan anaknya? Dan kenapa harus di kos?”
Konflik semakin memuncak saat sang istri melahirkan melalui operasi caesar. Ia mengaku berulang kali mencoba menghubungi suaminya, namun tak pernah dijawab. “Saya di rumah sakit, kontraksi hebat, tapi dia malah tidur di rumah orang tuanya,” ungkapnya. Lebih menyakitkan lagi, saat dirinya membutuhkan dukungan moral dan fisik, pihak keluarga suami justru disebut memblokir kontaknya. Dalam kondisi lemah pascaoperasi dan anak yang baru keluar dari NICU, ia mengaku harus berjuang sendirian.
Ironisnya, ketika ia memohon agar sang suami membelikan susu anak, yang diterima justru tuntutan untuk mengembalikan uang biaya persalinan. “Begitu saya ganti uangnya, dia malah traktir teman-temannya di kafe,” tulisnya seraya melampirkan tangkapan layar transaksi. Tak lama setelah persalinan, sang istri memutuskan berpisah. Dalam masa pemulihan luka operasi, ia mendapati sang suami telah kembali menjalin hubungan dengan mantan istrinya. Bahkan, ia menerima pesan dari perempuan tersebut: “Terima kasih, dia sudah kembali ke saya.”
Kisah ini menyebar cepat di media sosial dan memicu perdebatan publik. Banyak warganet terkejut karena sosok yang disebut-sebut berlatar keluarga religius justru diduga melakukan perbuatan yang bertolak belakang dengan nilai-nilai agama. “Kadang yang paling fasih bicara agama justru paling mudah melukai,” tulis salah satu komentar warganet yang disukai ribuan pengguna.
Kasus ini bahkan sempat menarik perhatian sebuah lembaga keagamaan yang menaungi keluarga besar Ahlul Bait di wilayah Bogor. Lembaga tersebut dikabarkan memediasi kedua belah pihak dan mengeluarkan surat pernyataan terkait kewajiban nafkah. Namun menurut sang istri, kesepakatan itu tak bertahan lama. “Awalnya dia patuh, tapi setelah itu dilanggar lagi. Tidak ada tanggung jawab,” tulisnya. Bagi sebagian orang, kisah ini mungkin terdengar seperti persoalan pribadi. Namun di baliknya, publik melihat persoalan yang lebih besar: bagaimana simbol agama dan keturunan kerap digunakan sebagai tameng moral, sementara perilaku justru jauh dari nilai-nilai yang diajarkan.
Pakar sosiologi agama menilai fenomena ini mencerminkan krisis integritas di tengah masyarakat yang masih terlalu mengagungkan gelar dan garis keturunan. Dalam banyak kasus, seseorang lebih dihormati karena nama besar keluarganya ketimbang akhlaknya dalam kehidupan nyata. Kasus ini menjadi pengingat bahwa kehormatan sejati tidak ditentukan oleh gelar, nasab, atau pakaian keagamaan, melainkan oleh kejujuran dan tanggung jawab dalam memperlakukan sesama.
Keberanian sang istri untuk bersuara, di tengah stigma dan tekanan sosial, membuka ruang diskusi baru tentang pentingnya melindungi perempuan dari bentuk kekerasan yang dibungkus dengan dalih agama. Kini, publik menunggu tindak lanjut dari lembaga terkait untuk memastikan kebenaran cerita ini. Sebab, tanpa penegakan tanggung jawab moral dan sosial, kasus serupa akan terus berulang dengan wajah dan nama yang berbeda.
Gelar bisa diwariskan, tapi akhlak tidak. Dan di hadapan nurani, tak ada yang lebih memalukan daripada bersembunyi di balik jubah kesalehan sambil mengabaikan tanggung jawab sebagai manusia
https://www.tiktok.com/@lmyourrthankyou_/photo/7568436847672626439?is_from_webapp=1&sender_device=pc
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”










































































