Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh merupakan wujud dari salah satu proyek nasional yang dikembangkan pemerintah untuk memudahkan konektivitas antara Jakarta, Bandung, dan wilayah sekitarnya. Proyek ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempermudah kegiatan masyarakat di dua kota besar tersebut. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, proyek ini dijalankan lewat kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pihak swasta dari Tiongkok. Pemerintah sendiri mengklaim bahwa dana yang digelontorkan untuk proyek ini tidak berasal dari APBN, melainkan dari kombinasi modal perusahaan dan pinjaman dari lembaga keuangan.
Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa upaya pemerintah membentuk PT Danantara Indonesia untuk mengatur pembiayaan proyek-proyek besar yang tidak menggunakan dana APBN, termasuk proyek Whoosh di dalamnya. Melalui laporan Kementerian BUMN dan situs resmi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), total dari investasi proyek ini mencapai lebih dari Rp113 triliun. Dana tersebut berasal dari kerja sama antara perusahaan Indonesia dan Tiongkok serta pinjaman dari China Development Bank (CDB). Pemerintah dalam proyek ini hanya berperan sebagai pengatur dan pengawas, bukan sebagai pihak yang menanggung utang secara langsung. Kementerian Keuangan menyatakan bahwa proyek ini tidak termasuk ke dalam utang pemerintah pusat, dan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) adalah perusahaan yang mewakili kerja sama antar BUMN dalam pembangunan proyek Whoosh.
Menurut skema pembiayaan, meski proyek Whoosh adalah proyek nasional, pembiayaannya tetap dilakukan melalui kerja sama antar lembaga bisnis dibanding melalui dana milik negara. Demi mendorong pertumbuhan ekonomi lewat proyek infrastruktur, strategi ini menjadi pilihan bagi pemerintah untuk menjaga kondisi keuangan negara agar tetap stabil. Di sisi lain, proyek besar seperti Whoosh ini tidak hanya terkait hubungannya dengan ekonomi dan keuangan saja. Di dalamnya juga terdapat unsur-unsur lain seperti unsur sosial dan politik yang saling berkaitan satu sama lain. Banyak pihak yang juga ikut terlibat dalam proyek pembangunan Whoosh ini, mulai dari berbagai kementerian, BUMN, hingga lembaga keuangan asing. Oleh karena itu, keputusan yang dibuat dan diambil oleh pemerintah tidak hanya mengenai efisiensi saja, tetapi juga memperhatikan hal-hal lain seperti kepercayaan lembaga dan bagaimana proyek ini akan diterima oleh masyarakat luas nantinya.
Jika dilihat dalam faktor sosial dan politik, proyek ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap terbentuknya utang. Misalnya, tekanan politik untuk segera mempercepat proyek strategis sering kali membuat pilihan pembiayaan menjadi sangat bergantung pada reputasi pemerintah daripada kemampuan ekonomi itu sendiri. Selain itu, terkait hubungan diplomatik antara Indonesia dan Tiongkok juga memiliki peran dalam membuka peluang pinjaman dan investasi. Hal-hal seperti ini menunjukkan bahwasanya kepentingan sosial dan politik yang lebih luas juga andil dalam memengaruhi keputusan ekonomi. Dengan kata lain, kebijakan ekonomi sudah pasti tidak dapat dipisahkan dari pengaruh sosial dan politik yang mendasari isu ekonomi yang sedang terjadi, khususnya pada proyek Whoosh ini.
Ini sejalan dengan gagasan yang dikemukakan oleh Mark Granovetter (1985) mengenai konsep embeddedness, yang menyatakan bahwa kegiatan ekonomi selalu berhubungan dengan hubungan sosial dan kekuasaan. Gagasan Granovetter dapat digunakan untuk memahami bagaimana proyek Whoosh berkaitan dengan hubungan sosial dan kekuasaan dalam praktiknya. Hal-hal seperti pendanaan, kebijakan yang diambil, serta dukungan masyarakat luas terhadap proyek ini muncul dari hubungan antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat. Unsur-unsur sosial seperti kepercayaan, reputasi, dan pengaruh kekuasaan tentunya akan terus memiliki pengaruh terhadap proyek ekonomi yang terlihat rasional.
Strategi pembiayaan non-APBN memberi ruang bagi pemerintah untuk mengembangkan dan membangun infrastruktur besar tanpa menambah beban utang negara lebih besar lagi. Akan tetapi, proyek semacam ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan atau hanya oleh kelompok tertentu saja. Ini menunjukkan bahwa konsekuensi sosial selalu terikat dengan keputusan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah. Seperti halnya Whoosh, proyek besar ini mempelajari pembangunan dan efisiensi ekonomi serta cara bagaimana negara dapat mengatur hubungan antara kekuasaan dan kesejahteraan rakyat. Dalam kasus proyek Whoosh ini, memperlihatkan bahwa ekonomi di Indonesia tidak sepenuhnya netral. Keputusan sosial dan politik itu selalu membentuk kebijakan ekonomi, dan keduanya saling bergantung satu sama lain dalam proses pembangunan negara.
Referensi
Kementerian BUMN Republik Indonesia. (2024). Laporan proyek strategis nasional: Kereta Cepat Jakarta–Bandung. https://bumn.go.id
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2025). Profil PT Danantara Indonesia dan skema pembiayaan non-APBN. https://www.kemenkeu.go.id
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. (2024). Proyek strategis nasional di bidang transportasi. https://maritim.go.id
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). (2025). Company overview & project information. https://kcic.co.id
Granovetter, M. (1985). Economic action and social structure: The problem of embeddedness. American Journal of Sociology, 91(3), 481–510.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”


































































