Produk GMO Dianggap Halal dan Aman untuk Kesehatan Manusia?
Mungkin GMO dapat meningkatkan produksi pangan, tapi umat Islam masih khawatir tentang kehalalannya. Banyak orang bertanya-tanya apakah produk dari teknik GMO ini halal atau tidak, karena rekayasa genetik melibatkan banyak hal yang kompleks dan dampak yang belum sepenuhnya dipahami. Dr. Ahmad Zainuri menyatakan “Kehalalan suatu produk tidak hanya ditentukan oleh bahan baku, tetapi juga dari proses dan teknologi yang digunakan dalam produksinya”.
Terdapat kekhawatiran bahwa GMO bisa memicu alergi pada manusia. Kedua alasan dampak lingkungan adalah bahwa produk transgenik dapat mengganggu keseimbangan ekosistem karena dapat membuat hama atau gulma menjadi resisten atau tahan terhadap lingkungannya, kata Muhammad Ilham.
Mengenai status kehalalannya, produk GMO dianggap tidak halal jika gen yang ditambahkan berasal dari bagian yang terlarang, seperti tubuh manusia atau babi (Hayun, 2018).
Beberapa studi mengungkapkan bahwa konsumsi organisme hasil rekayasa genetika (GMO) dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti reaksi alergi, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap kesehatan. Salah satu contohnya adalah kasus kacang Brazil yang telah dimodifikasi secara genetik, namun akhirnya ditarik dari pasaran karena memicu respons alergi.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal “Environmental Sciences Europe” (2020) menyatakan bahwa “masih ada ketidakpastian mengenai efek jangka panjang dari konsumsi makanan yang mengandung GMO yang dapat berpotensi membahayakan kesehatan manusia.” Jika produk GMO berpotensi menimbulkan mudharat, maka hal ini menjadi alasan untuk menolak kehalalan produk tersebut.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa resistensi antibiotik pada tanaman yang banyak dikonsumsi dapat berdampak buruk pada kesehatan manusia dan hewan yang mengkonsumsi tanaman tersebut (Phillips, 1994). Gen penanda yang memiliki sifat tahan terhadap antibiotik bisa disisipkan ke dalam tanaman tertentu dalam tubuh organisme transgenik, dan gen tersebut berpotensi berpindah ke mikroorganisme penyebab penyakit di saluran pencernaan manusia atau hewan yang mengonsumsi makanan yang dihasilkan dari rekayasa genetika. Fenomena ini dapat menyebabkan mikroba yang resisten terhadap antibiotik muncul di populasi mahluk hidup. Hal ini kemudian dapat menyebabkan masalah kesehatan manusia yang resisten terhadap antibiotik (Bettelheim, 1999; Hileman, 1999).
Mungkinkah Produk GMO Mengalami Kegagalan?
Digunakan dalam program peningkatan nutrisi India, tanaman pangan generasi kedua hasil rekayasa genetika, seperti kentang protein dan beras emas, pada akhirnya mengalami kegagalan dalam upaya pemenuhan keamanan nutrisi . Selain itu, masyarakat dan para petani mengalami dampak kesehatan negatif akibat konsumsi kentang berprotein tinggi dan beras emas tersebut. Masyarakat juga mengalami kerugian karena produk ini direkayasa dengan toxin Bt yang berfungsi sebagai herbisida sehingga kebal terhadap herbisida alami.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh New Scientist (Shiva, 2003), kentang protein yang dibuat melalui rekayasa genetika membuat anak menjadi tidak toleran terhadap protein lain yang ditemukan dalam makanan, seperti biji-bijian. Kentang protein ini juga menyebabkan anak-anak kekurangan zat besi dan kalsium.
Menurut Phillips (1994), ada beberapa kemungkinan: materi genetik baru mungkin tidak berhasil masuk ke sel target, mungkin masuk ke tempat yang salah pada rantai DNA mahluk hidup sasaran, atau gen baru mungkin secara tidak sengaja mengaktifkan gen dekatnya yang biasanya tidak aktif, atau mungkin mengubah atau menekan berbagai fungsi gen. Fenomena ini berpotensi memicu mutasi yang tidak terduga, sehingga menghasilkan tanaman yang beracun, terlalu subur, atau menyimpang dari tujuan awal pengembangannya.
GMO Aman bagi Lingkungan? Atau Justru Sebaliknya?
Selain itu, tanaman hasil rekayasa genetika dapat menimbulkan gangguan terhadap keseimbangan ekosistem. Para petani terpaksa mengganti tanaman konvensional dengan tanaman transgenik yang berbiaya tinggi, karena serangan hama dan penyakit cenderung lebih sering menyerang lahan pertanian tradisional.
Dari perspektif lingkungan, organisme hasil rekayasa genetika (GMO) berpotensi mengacaukan keseimbangan ekosistem. Tanaman transgenik bisa bersaing dengan spesies asli, yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat keanekaragaman hayati. Misalnya, penurunan populasi serangga penyerbuk seperti lebah dan kupu-kupu telah dikaitkan dengan penggunaan tanaman GMO. Selain itu, ada risiko pencemaran genetik, di mana gen dari tanaman GMO dapat berpindah ke tanaman liar, mengubah ekosistem secara permanen (Mahrus, 2014).
Bagaimana Perspektif Ketauhidan Menilai Produk GMO dalam Hal Kehalalannya?
Dari perspektif ketauhidan, rekayasa genetik dianggap sebagai mengubah ciptaan Allah. Menurut Prof. A. Syafi’i Ma’arif (2020), “Mengubah genetik suatu organisme dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kodrat ciptaan Allah, yang seharusnya dihormati dan dijaga.” Hal ini menimbulkan keraguan tentang kemurnian dan keamanan produk yang mengandung GMO juga dapat mempengaruhi status halal makanan.
Produksi genetika modifikasi (GMO) biasanya melibatkan penggunaan enzim atau bahan yang berasal dari hewan atau mikroorganisme yang status halalnya belum jelas. Sebagai contoh, penggunaan enzim yang berasal dari babi dapat memicu persoalan terkait kehalalan produk. “Setiap produk yang mengandung bahan haram atau meragukan kehalalannya tidak boleh dikonsumsi oleh umat Muslim,” kata Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 33 Tahun 2016. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga transparansi selama proses produksi GMO untuk menghindari kontaminasi dengan bahan haram.
Penulis merupakan Mahasiswa Program Studi Tadris Biologi Universitas Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember