Medan, November 2025– Biji kopi Arabika berkualitas tinggi dari berbagai daerah—termasuk Gayo, Mandailing, Akan tetapi, di balik ramainya transaksi tersebut, terdapat kesenjangan yang mengkhawatirkan: pengharapan panjang para petani di perkebunan terhadap peningkatan nilai ekonomi yang seharusnya tercipta di kawasan perkotaan.
Di wilayah Sidikalang yang dikelilingi perkebunan kopi lebat, aspirasi para petani kerap terhalang oleh kondisi riil di perkotaan. Tingkat kesejahteraan mereka, yang seharusnya meningkat sejalan dengan mutu hasil panen yang dijaga dengan baik, justru mengalami tidak kemana mana.
Keluhan dari Perkebunan: Tantangan Pemasaran Kopi Robustam
Ibu Maya, petani kopi di Sidikalang, mengungkapkan kegelisahannya. Nada bicaranya mencerminkan kontradiksi yang sulit dipahami.
“Kopi dari daerah kami sudah memiliki reputasi yang solid, mutunya tidak perlu dipertanyakan lagi. Nama kami sudah dikenal luas,” ungkap Ibu Maya . “Namun, pertanyaannya, apa gunanya mutu unggul tersebut jika nilai jual di tingkat produsen tetap rendah, sementara akses transportasi kami terbatas? Kondisi jalan menuju perkebunan kami sangat memprihatinkan,” tambahnya.
Ibu Maya merasa dedikasi para petani dalam mempertahankan mutu biji kopi tidak diimbangi dengan pengembangan industri pengolahan yang memadai di Medan. Menurutnya, persoalan utama saat ini bukan lagi terletak pada kualitas hasil pertanian, melainkan pada pihak pengolah dan pemasar di kawasan perkotaan.
“Selain itu, produk kami didominasi oleh jenis Robusta. Jenisnya memang memiliki karakter yang khas, tekstur yang padat, serta kandungan kafein yang tinggi. Banyak yang mengatakan rasanya sangat menonjol,” paparnya. “Sayangnya, masyarakat perkotaan, khususnya generasi muda, cenderung lebih menyukai Arabika yang memiliki cita rasa lebih ringan dan asam. Akibatnya, produk kami yang berkarakter kuat ini sering kurang diminati, dianggap terlalu intens. Padahal, apabila diolah dengan metode yang tepat, Robusta kami memiliki potensi luar biasa!”
“Kami sebagai petani terus berupaya keras mencari solusi demi meningkatkan kesejahteraan. Kami dituntut untuk menjaga ketahanan pangan, tetapi yang kami perlukan adalah dukungan lebih kuat dalam tahap pengolahan dan distribusi yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi. Bukan sekadar menjual mentah,” tegas Ibu Maya.
Ibu Maya menegaskan bahwa pembangunan identitas merek dan strategi pemasaran yang efektif di Medan akan memberikan dampak signifikan terhadap penghasilan dan kesejahteraan para petani.
Hilangnya Nilai Ekonomi dalam Rantai Industri
Kegelisahan yang disampaikan Ibu Maya mengungkap kelemahan sistemik dalam industri di wilayah perkotaan. Produk-produk yang seharusnya dikembangkan dan diolah di Medan justru menghadapi kesulitan untuk menembus pasar lokal, yang memiliki strategi promosi dan branding yang jauh lebih progresif. Fenomena “terkalahkan di wilayah sendiri” ini menunjukkan adanya permasalahan struktural yang mendasar.
Konsekuensinya dirasakan langsung oleh para pelaku industri di Medan. Andi, seorang barista berpengalaman, mengakui bahwa dari segi rasa, produk olahan kopi Medan tidak kalah bersaing karena memiliki akses terhadap biji kopi terbaik dari Sidikalang maupun Mandailing. Persoalannya, konsumen Medan sendiri lebih menyukai arabika. Pelaku usaha kopi lokal mengalami hambatan dalam membangun citra merek aktif dan berkarakter, sehingga sering dipersepsikan sebagai merek-merek besar yang telah terkenal.
“Kami memerlukan kajian pasar yang lebih kompak serta pendampingan dalam membangun narasi merek yang khas. Sangat sulit berkompetisi apabila hanya mengandalkan kualitas bahan baku tanpa didukung strategi pemasaran yang solid,” ungkap Andi, menguatkan aspirasi Ibu Maya dari perkebunan.
Solusi: Membangun Narasi Asli dan Mengutamakan Proses Terintegrasi
Kondisi yang menantang ini jelas memerlukan transformasi strategi yang mendasar dan berkesinambungan. Prioritas utama harus dialihkan: Medan tidak dapat terus bergantung pada ekspor bahan mentah semata. Sebaliknya, kota ini perlu mengutamakan pengembangan produk olahan yang didukung oleh narasi dan branding yang kokoh. Hal ini mengindikasikan bahwa Medan harus mampu menciptakan produk secara menyeluruh dari hulu ke hilir yang memberikan nilai tambah konkret bagi konsumen.
Meskipun tantangan yang dihadapi cukup kompleks, terdapat optimisme yang timbul dari upaya digitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor kopi di Medan. Inisiatif ini mendorong UMKM untuk mengoptimalkan platform digital, bukan hanya sebagai sarana membangun merek, tetapi juga untuk memperluas jangkauan pasar dan membangun relasi langsung dengan konsumen.
Medan, dengan potensi biji kopi berkualitas dari perkebunan yang merupakan hasil kerja keras petani seperti Ibu Maya, memiliki peluang strategis untuk menjadi pelopor dalam industri produk jadi. Kunci keberhasilannya terletak pada investasi di bidang pemasaran, branding, serta pengembangan narasi lokal yang autentik dan berpengaruh. Narasi tersebut diharapkan mampu menumbuhkan kebanggaan masyarakat Medan untuk memilih dan mendukung produk kopi lokal mereka, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani di Sidikalang.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”






































































