Psikologi di Media Sosial: Edukasi atau Bahaya?
Suara Audiens: Kesadaran Diri atau Self-Diagnosis?
“Kebanyakan cukup membantu tapi ada yang menyesatkan juga karena tidak sesuai dengan fakta yang ada. Asalkan konten tersebut sesuai dengan kebenaran maka tidak masalah. Tapi melihat realita bahwa masyarakat lebih sering menelan mentah-mentah konten yang ada di media sosial tanpa memvalidasi kebenarannya, menurut saya ini juga bisa menjadi ancaman. Daripada melakukan cocoklogi lebih baik langsung datang ke psikiater yang jelas-jelas ahli dalam bidangnya. yang pasti-pasti aja.” – Yusuf (20)
“Konten psikologi di media sosial cenderung bersifat seperti placebo, memberi efek sementara yang membuat seseorang merasa “terbantu”, padahal bisa jadi justru membuat mereka semakin yakin bahwa dirinya mengalami gangguan tertentu tanpa diagnosis yang tepat.”
“Fenomena ini menciptakan efek placebo yang menenangkan sesaat, tetapi berpotensi menjebak individu dalam pola pikir salah kaprah tentang kondisi psikologis mereka sendiri.”
“Jika kontennya berasal dari influencer yang hanya mengutip dari buku populer atau pengalaman pribadi, potensi penyebaran informasi yang keliru juga lebih besar.”
Kajian Ilmiah: Risiko Nyata di Balik Layar
“Self diagnosis bisa berpengaruh pada kesehatan mental karena dapat menimbulkan kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu. Dari kekhawatiran itu dapat memunculkan gangguan kecemasan karena terlalu mempercayai suatu informasi yang bukan didapat dari ahlinya.”