• Hubungi Redaksi
  • Login
  • Register
Siaran Berita
Banner Publikasi Press Release Gratis
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
Siaran Berita
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
No Result
View All Result
Siaran Berita
No Result
View All Result
Home Gaya Hidup

Dampak Konten Psikologi di Media Sosial: Membuat Self-Aware atau Overthinking?

Yulia harnisa by Yulia harnisa
27 May 2025
in Gaya Hidup
A A
1
marcel strauss nhUYyqi8yRE unsplash 1
867
SHARES
1.3k
VIEWS
Pada era digital ini, hampir semua orang dapat mengakses informasi dengan mudah melalui gadget. Gadget bukan sekedar alat komunikasi, tapi juga menjadi sarana untuk mendapat berbagai informasi—termasuk konten psikologi yang kini sangat mudah ditemui di berbagai platform media sosial. Video singkat tentang gangguan mental, tips mengelola emosi, hingga tes kepribadian sering kali muncul di banyak media sosial.
Namun, seiring dengan meningkatnya konsumsi konten psikologi melalui gadget, muncul pertanyaan penting: apakah, konten tersebut membuat kita lebih sadar akan kondisi diri atau malah memicu kecemasan yang tak diperlukan?
Psikologi di Media Sosial: Edukasi atau Bahaya?
Berbagai konten psikologi di media sosial kerap dikemas secara menarik dan mudah dipahami, membuat banyak orang merasa mengalami kondisi mental tertentu saat menontonnya. Sayangnya, tidak semua konten bersumber dari ahli. Beberapa dibuat oleh influencer yang tidak memiliki latar belakang psikologi, hanya mengutip pengalaman pribadi atau sumber tanpa validasi ilmiah.
Fenomena ini dapat berisiko. Salah satunya adalah meningkatnya self-diagnosis. Artinya adalah perilaku memeriksa gejala-gejala diri kita sendiri. Kemudian memberikan label pada diri kita sendiri berdasarkan informasi yang didapatkan secara mandiri. Kondisi ini tidak hanya menyesatkan, tapi juga berpotensi memperburuk kondisi mental seseorang jika dibiarkan. 
Suara Audiens: Kesadaran Diri atau Self-Diagnosis?
Menurut survei terhadap puluhan responden menunjukan bahwa mayoritas pernah menonton konten psikologi di media sosial. Beberapa dari mereka merasa konten tersebut dapat membantu untuk memahami diri, namun tidak sedikit pula yang merasa konten tersebut membuat mereka menerka-nerka kondisi mental mereka.

“Kebanyakan cukup membantu tapi ada yang menyesatkan juga karena tidak sesuai dengan fakta yang ada. Asalkan konten tersebut sesuai dengan kebenaran maka tidak masalah. Tapi melihat realita bahwa masyarakat lebih sering menelan mentah-mentah konten yang ada di media sosial tanpa memvalidasi kebenarannya, menurut saya ini juga bisa menjadi ancaman. Daripada melakukan cocoklogi lebih baik langsung datang ke psikiater yang jelas-jelas ahli dalam bidangnya. yang pasti-pasti aja.” – Yusuf (20)

Salah satu responden lainnya, RK (20), seorang mahasiswa, menyampaikan pandangan kritisnya:

“Konten psikologi di media sosial cenderung bersifat seperti placebo, memberi efek sementara yang membuat seseorang merasa “terbantu”, padahal bisa jadi justru membuat mereka semakin yakin bahwa dirinya mengalami gangguan tertentu tanpa diagnosis yang tepat.”

Menurutnya, konten – konten tersebut dapat menciptakan persepsi yang keliru tentang diri sendiri:

“Fenomena ini menciptakan efek placebo yang menenangkan sesaat, tetapi berpotensi menjebak individu dalam pola pikir salah kaprah tentang kondisi psikologis mereka sendiri.”

Ia juga menyoroti pentingnya sumber informasi:

“Jika kontennya berasal dari influencer yang hanya mengutip dari buku populer atau pengalaman pribadi, potensi penyebaran informasi yang keliru juga lebih besar.”

marcel strauss nhUYyqi8yRE unsplash 1

Kajian Ilmiah: Risiko Nyata di Balik Layar
Dikutip dari jurnal Psikoedukasi Self Diagnose: Kenali Gangguan Anda Sebelum Menjudge Diri Sendiri. PENGABDI: Jurnal Hasil Pengabdian Masyarakat, Vol. 3, No. 1. dari Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar. Mereka menjelaskan bahwa self-diagnosis dapat menimbulkan berbagai efek negatif.

“Self diagnosis bisa berpengaruh pada kesehatan mental karena dapat menimbulkan kekhawatiran yang sebenarnya tidak perlu. Dari kekhawatiran itu dapat memunculkan gangguan kecemasan karena terlalu mempercayai suatu informasi yang bukan didapat dari ahlinya.”

Penelitian ini juga menekankan bahwa informasi kesehatan mental di internet sering kali tidak jelas sumbernya, dan sulit dipilah antara yang berasal dari profesional dan mana yang tidak.
Penggunaan gadget dapat memberi kita akses tanpa batas terhadap informasi, termasuk konten psikologi. Tapi akses tanpa pemahaman bisa menyesatkan. Kesadaran diri itu penting, namun memahami diri sendiri dengan cara yang benar melalui panduan ahli jauh lebih sehat dan diagnosis yang benar hanya bisa diberikan oleh tenaga professional.
Bijaklah dalam mengonsumsi konten psikologi, karena kesehatan mentalmu layak ditangani dengan cara yang benar.
Banner Publikasi Press Release Gratis

Baca Juga

Mahasiwa Terancam Hipertensi

Mahasiswa Terancam Hipertensi: Dipengaruhi Pola Hidup Tidak Sehat

14 June 2025
Azzuhra India

Azzuhra India: Merek Bridal Muslimah dari Poso yang Membawa Nuansa India Elegan ke 100+ Kota dan Mancanegara

14 June 2025
Golden Age

Golden Age: Pentingnya Pendidikan Sejak Dini untuk Masa Depan Anak

12 June 2025
Suasana di Ethnik kopi

Coffee Angkringan: Nostalgia Era 2000-an di Tengah Modernitas Kota

11 June 2025
Share347Tweet217Share61Pin78SendShare
Leaderboard apa apa
Previous Post

Indonesia dan Ketergantungan Ekspor Komoditas: Antara Peluang dan Ancaman

Next Post

Lapas Tanjung dan Kemenag Tandatangani MoU Pembinaan Keagamaan untuk Warga Binaan

Yulia harnisa

Yulia harnisa

Related Posts

Mahasiwa Terancam Hipertensi

Mahasiswa Terancam Hipertensi: Dipengaruhi Pola Hidup Tidak Sehat

14 June 2025
Azzuhra India

Azzuhra India: Merek Bridal Muslimah dari Poso yang Membawa Nuansa India Elegan ke 100+ Kota dan Mancanegara

14 June 2025
Golden Age

Golden Age: Pentingnya Pendidikan Sejak Dini untuk Masa Depan Anak

12 June 2025
Suasana di Ethnik kopi

Coffee Angkringan: Nostalgia Era 2000-an di Tengah Modernitas Kota

11 June 2025
Next Post
Lapas Tanjung

Lapas Tanjung dan Kemenag Tandatangani MoU Pembinaan Keagamaan untuk Warga Binaan

Pembelajaran matematika di Indonesia mulai diperkenalkan sejak usia dini, namun seringkali terasa terpisah dari realitas budaya dan kehidupan sehari-hari (Pathuddin, 2021). Meskipun matematika memiliki akar kuat dalam berbagai aspek budaya, pendekatan pembelajaran di sekolah cenderung formal dan teoritis. Sebagian masyarakat mungkin tidak pernah mengikuti pembelajaran matematika secara formal, namun konsep-konsep matematika secara tidak langsung telah terwujud dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sayangnya, kompleksitas matematika dan pendekatan formal ini dapat menciptakan pandangan rumit dan persepsi negatif terhadap mata pelajaran tersebut. Pandangan rumit terhadap matematika tidak muncul tanpa alasan. Mempelajari matematika sejatinya berarti memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak (Herawaty, et. all., 2019). Banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika karena merasa takut dan cemas menghadapi soal-soal yang dianggap sulit (Theresia, et. all., 2018). Mereka berfikir bahwa matematika itu rumit dan sulit untuk dimengerti. Konsep pembelajaran matematika di sekolah, yang seringkali diajarkan secara formal dan teoritis, mempengaruhi minat siswa dan dapat menyebabkan kebosanan, terutama jika materi sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Umy, 2020). Untuk mengatasi tantangan ini, perlu dirancang metode pembelajaran matematika yang lebih kontekstual, menyenangkan, dan terhubung dengan budaya setempat. Hubungan antara matematika dan budaya disebut dengan etnomatematika. Menurut Rachmawati (2012), etnomatematika dapat didefinisikan sebagai matematika yang berkembang dalam suatu budaya, mencerminkan perilaku khusus yang diterapkan oleh kelompok masyarakat tertentu dalam aktivitas matematika. Integrasi etnomatematika melalui permainan tradisional menjadi alternatif menarik untuk meningkatkan minat siswa terhadap matematika. Karena permainan tradisional tidak hanya mengandung unsur kesenangan dan budaya, tetapi juga melatih keterampilan berpikir dan berhitung (Nurul, 2021). Salah satu pilihan permainan tradisional yang menarik adalah permainan tradisional gedrik. Permainan gedrik sangat popular di tahun 80 hingga 90-an. Meskipun demikian, permainan tradisional seperti gedrik semakin terlupakan dan penting untuk mendukung pemulihannya sebagai alat pembelajaran yang berharga. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penting untuk diadakan penelitian tentang kaitan matematika dengan permainan tradisional gedrik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengeksplorasi etnomatematika yang terdapat pada permainan tradisional gedrik.

Etnomatematika Permainan Tradisinal Gedrik Pada Pembelajaran Matematika Di MI Roudlotul Huda Terban

WhatsApp Image 2025 05 26 at 08.23.56

MTsN 6 Bantul Gelar Rapat Asesmen Sumatif Akhir Tahun 2025

WhatsApp Image 2025 05 26 at 10.41.05

Siswa VIIIA–VIIIF MTsN 6 Bantul Sukses Ikuti ASAT Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

WhatsApp Image 2025 05 26 at 14.28.11

Plh. Kepala MTsN 6 Bantul Hadiri Kick off Meeting Reformasi Birokrasi Kementerian Agama

Please login to join discussion
Rumah Prabu Half Page
Siaran Berita

Siaran Berita menghadirkan berbagai informasi terbaru dan terpercaya.

Follow Us

Square Media Wanita
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Cyber
  • Syarat & Ketentuan Tulisan
  • Syarat dan Ketentuan Penggunaan Website
  • Disclaimer

© 2023 SIaran Berita - Pres Rilis dan Berita

Welcome Back!

Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Berita Utama
  • Ekonomi & Bisnis
  • Internasional
  • Nasional
  • Properti
  • SBTV
  • Lainnya
    • Gaya Hidup
    • Teknologi
    • Otomotif
    • English
    • Kesehatan
    • Kuliner
    • Pariwisata
    • Pendidikan
    • Product Review
    • Sorot
    • Sport
    • Event
    • Opini
    • Profil
  • Login
  • Sign Up

© 2023 SIaran Berita - Pres Rilis dan Berita