Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak hanya berperan sebagai fondasi ideologis saja, tetapi juga sebagai sistem etika yang mengarahkan perilaku individu dan kolektif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lima sila yang terkandung di dalamnya sendiri mencerminkan nilai-nilai moral yang seharusnya menjadi pedoman. Namun, di tengah dinamika zaman yang terus berubah, khususnya dalam era digital yang serba cepat dan terbuka, nilai-nilai Pancasila tentunya menghadapi berbagai tantangan serius, terutama dalam konteks komunikasi sosial. Kini, etika sudah tidak terlalu dipentingkan oleh masyarakat, rasa kepedulian masyarakat sudah hampir luntur seakan mengamini setiap perilaku-perilaku tidak pantas yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan Indonesia.
Sebagai sistem etika, Pancasila mengajarkan nilai-nilai luhur seperti kepercayaan kepada Tuhan, penghargaan terhadap martabat manusia, semangat persatuan, pengambilan keputusan secara musyawarah, dan keadilan sosial. Dalam praktiknya, nilai-nilai ini menjadi dasar bagaimana individu dan masyarakat seharusnya berkomunikasi, yaitu dengan penuh hormat, jujur, terbuka, serta menjunjung tinggi keberagaman. Namun, dalam kenyataan sehari-hari, nilai-nilai ini kerap terkikis oleh pengaruh budaya instan dan komunikasi digital yang tidak dibarengi dengan kesadaran etis.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa dampak besar terhadap pola interaksi masyarakat. Di satu sisi, teknologi membuka ruang ekspresi dan memperkuat demokratisasi informasi. Namun di sisi lain, kebebasan berpendapat seringkali disalahgunakan untuk menyebarkan hoax, ujaran kebencian, hingga sikap intoleran. Hal ini tentu bertentangan dengan semangat Pancasila yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan persatuan. Media sosial yang seharusnya menjadi alat mempererat hubungan sosial, justru kerap menjadi ruang polarisasi dan konflik identitas. Diskusi publik pun kini telah berubah menjadi ajang perdebatan yang merusak dan mengabaikan nilai musyawarah dan mufakat. Selain itu, arus informasi yang tidak terbendung membuat masyarakat lebih rentan terhadap komodifikasi informasi. Opini dan berita sering dimanipulasi demi kepentingan politik atau ekonomi, yang pada akhirnya mengorbankan keadilan dan kebenaran. Fenomena ini menjadi tantangan besar bagi sila kelima Pancasila yang menekankan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Komunikasi yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila menjadi kunci untuk mengatasi tantangan tersebut. Pendidikan literasi media dan etika komunikasi perlu diperkuat agar masyarakat dapat menyaring informasi secara kritis dan berperilaku komunikatif secara bertanggung jawab. Selain itu, komunikasi yang partisipatif harus terus dikembangkan agar setiap kelompok masyarakat merasa dihargai dan dilibatkan dalam proses sosial. Untuk mencapai hal ini, lembaga pendidikan, pemerintah, tokoh masyarakat, dan media massa memiliki peran penting dalam menjadi teladan dan agen perubahan. Hal ini agar Pancasila tidak hanya akan tetap relevan, tetapi juga hidup dan mengakar dalam praktik komunikasi masyarakat modern.
Maka dari itu, Pancasila sebagai sistem etika memang menghadapi tantangan besar di tengah derasnya arus informasi dan perubahan sosial. Namun dengan menguatkan etika komunikasi yang berpijak pada nilai-nilai Pancasila, bangsa Indonesia tetap dapat menjaga jati dirinya sebagai bangsa yang bermartabat, inklusif, dan berkeadilan. Komunikasi bukan hanya alat tukar informasi, tetapi juga wadah untuk membumikan kembali nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.