Fermentasi sudah lama dikenal sebagai cara alami untuk meningkatkan mutu bahan pangan. Melalui bantuan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur, proses ini mampu mengubah bahan makanan menjadi lebih bergizi, lebih mudah dicerna, dan memiliki cita rasa khas. Tak heran jika banyak produk fermentasi menjadi bagian penting dari pola makan masyarakat, termasuk tempe.
Tempe merupakan makanan fermentasi khas Indonesia yang umumnya dibuat dari kedelai kuning dengan bantuan kapang Rhizopus. Selama proses fermentasi, protein dalam kedelai dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga tempe lebih mudah dicerna dan kandungan gizinya lebih optimal dibandingkan kedelai mentah. Selain itu, fermentasi juga membantu menurunkan zat antinutrisi yang dapat menghambat penyerapan protein.
Belakangan ini, inovasi tempe terus berkembang, salah satunya dengan memanfaatkan kedelai hitam sebagai bahan baku. Kedelai hitam diketahui memiliki kandungan protein dan senyawa antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning. Senyawa fenolik dan antosianin yang terdapat pada kedelai hitam berperan penting dalam menangkal radikal bebas dan mendukung kesehatan tubuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempe kedelai hitam memiliki kandungan protein yang tinggi dengan komposisi lemak dan karbohidrat yang lebih seimbang. Bahkan, olahan sari tempe kedelai hitam dilaporkan memiliki potensi manfaat kesehatan, salah satunya berkaitan dengan penurunan stres oksidatif dalam tubuh (Dewi, 2018).
Sayangnya, dalam proses pengolahan tempe, kulit biji kedelai hitam sering dibuang. Padahal, bagian inilah yang kaya akan antosianin, senyawa alami yang memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan. Melihat potensi tersebut, dikembangkan inovasi pembuatan tempe dan sari tempe kedelai hitam dengan tetap menyertakan kulit bijinya sejak tahap fermentasi. Cara ini tidak hanya mempertahankan kandungan senyawa bioaktif, tetapi juga membuat proses pengolahan menjadi lebih praktis dan efisien.
Proses fermentasi tempe kedelai hitam diawali dengan perendaman kedelai selama sekitar 36 jam. Pada tahap ini, terjadi pembentukan asam-asam organik yang menurunkan pH bahan, sehingga menciptakan kondisi ideal bagi pertumbuhan kapang Rhizopus. Jamur inilah yang kemudian membentuk tekstur khas tempe sekaligus meningkatkan kualitas gizi produk akhir.
Dengan kandungan protein tinggi, antioksidan alami, serta potensi sebagai pangan probiotik, tempe kedelai hitam menjadi alternatif pangan fungsional yang menjanjikan. Inovasi ini tidak hanya memperkaya ragam olahan tempe di Indonesia, tetapi juga membuka peluang pengembangan produk pangan sehat berbasis fermentasi yang bernilai tambah bagi masyarakat.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”









































































