Kasus korupsi kembali menjadi sorotan publik setelah pengusaha Harvey Moeis dijatuhi hukuman berat dalam perkara tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT. Timah (Tbk) periode 2015 hingga 2022. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 20 tahun penjara dan mewajibkan Harvey membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar. Keputusan ini menjadi salah satu vonis terberat dalam kasus korupsi dalam beberapa tahun terakhir.
Kasus yang menyeret suami artis terkenal Sandra Dewi itu membuka kembali pembahasan lama tentang hubungan antara kekuasaan dan moralitas. Di balik angka kerugian negara yang fantastis, tersimpan sisi psikologis yang menarik yaitu bagaimana kekuasaan dapat mengaburkan batas antara benar dan salah.
Sudut Pandang Psikologi
Menurut penelitian Usman (2023) dalam Ittihad: Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, kekuasaan sering menjadi fasilitas bagi individu untuk menjustifikasi tindakan yang melanggar etika. Dalam konteks korupsi, kekuasaan tidak hanya memberi peluang untuk menyimpang, tetapi juga menciptakan rasa kebal terhadap norma moral. Individu yang memiliki posisi strategis kerap merasa tindakannya sah karena dianggap sebagai bagian dari sistem yang sudah berjalan.
Dalam kasus Harvey Moeis, kekuasaan ekonomi dan akses terhadap jaringan bisnis besar diduga membentuk rasa percaya diri berlebihan terhadap kemampuan mengendalikan situasi. Kondisi ini mendorong munculnya apa yang disebut psikolog sebagai moral disengagement, yaitu kemampuan seseorang untuk memutus hubungan antara nilai moral dan tindakannya.
Penelitian Hikmah dan Marastuti (2020) dalam Psikologia: Jurnal Psikologi dan Pemikiran Kritis menemukan bahwa moral disengagement memiliki peran penting dalam memunculkan intensi korupsi, terutama di kalangan pegawai negeri sipil. Pelaku korupsi kerap merasionalisasi perbuatannya melalui berbagai pembenaran, seperti “semua orang juga melakukannya” atau “saya pantas mendapatkan lebih”. Ketika pembenaran ini berulang, batas antara perilaku etis dan tidak etis menjadi kabur.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa tindakan korupsi bukan hanya persoalan hukum, melainkan juga hasil dari proses psikologis yang kompleks. Korupsi lahir dari pola pikir yang meyakinkan pelaku bahwa tindakannya tidak sepenuhnya salah.
Refleksi atas Kekuasaan dan Tanggung Jawab Moral
Kasus Harvey Moeis menunjukkan bahwa kekuasaan tanpa pengawasan moral akan membuka ruang bagi penyimpangan. Usman (2023) menegaskan bahwa kekuasaan yang tidak diimbangi dengan kesadaran etis cenderung mendorong perilaku koruptif. Sementara itu, Hikmah dan Marastuti (2020) menyarankan agar pembentukan integritas dalam birokrasi dimulai sejak tahap awal karier melalui pendidikan moral dan penguatan empati sosial.
Korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga melemahkan nilai-nilai kejujuran dalam masyarakat. Oleh karena itu, selain penegakan hukum yang tegas, penguatan kesadaran moral menjadi kunci utama untuk menekan perilaku koruptif di masa depan.
Daftar Pustaka
MetroTVNews.com. (2024). Fakta-Fakta Harvey Moeis Dihukum Berat: 20 Tahun, Uang Pengganti Naik Jadi Rp420 Miliar. https://www.metrotvnews.com/read/KYVC4YWA-fakta-fakta-harvey-moeis-dihukum-berat-20-tahun-uang-pengganti-naik-jadi-rp420-miliar.
Hikmah, N., & Marastuti, A. (2020). Peran Moral Disengagement dan Kepemimpinan Etis terhadap Intensi Korupsi pada Pegawai Negeri Sipil. Psikologia: Jurnal Psikologi dan Pemikiran Kritis.
Usman, A. (2023). Kekuasaan Sebagai Fasilitas Bagi Koruptor. Ittihad: Jurnal Ilmu Sosial dan Politik.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”




































































