Sekolah Rakyat Kemensos: Pendidikan Gratis yang Merawat dan Mengubah Nasib
Indonesia tidak kekurangan anak-anak cerdas. Namun, tidak semua dari mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan yang layak. Di sudut-sudut kota, di pinggiran desa, bahkan di jantung ibu kota sendiri, masih banyak anak-anak yang harus memupuskan mimpi karena tidak mampu membayar seragam, buku pelajaran, atau sekadar uang transportasi ke sekolah. Di tengah ironi ini, kehadiran rencana pembukaan Sekolah Rakyat oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia di tahun ajaran 2025 layak disorot dan diapresiasi sebagai langkah konkret negara dalam mewujudkan keadilan sosial di sektor pendidikan.
Mengapa Sekolah Rakyat Penting?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2022, sekitar 4,3% anak usia 7–12 tahun dan 5,9% anak usia 13–15 tahun tidak bersekolah. Ketimpangan ini semakin besar pada kelompok usia 16–18 tahun, yaitu tingkat SMA, di mana angka partisipasi sekolah (APS) hanya mencapai 79,32% (BPS, Statistik Pendidikan 2023). Artinya, 1 dari 5 remaja Indonesia tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Banyak dari mereka berasal dari keluarga tidak mampu, anak jalanan, atau anak dalam situasi rentan lainnya.
Dalam konteks inilah, Sekolah Rakyat hadir sebagai inisiatif baru yang berpotensi menjadi jaring pengaman sosial sekaligus pendidikan alternatif yang lebih manusiawi. Sekolah ini dikembangkan oleh Kementerian Sosial dengan model 100% gratis dan berbasis asrama. Sasarannya adalah anak-anak dari kelompok marginal: anak terlantar, yatim piatu, korban kekerasan, dan anak dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan ekstrem.
Lebih dari sekadar pendidikan, Sekolah Rakyat juga menjanjikan pengasuhan, keterampilan hidup, serta pembinaan karakter. Dengan pendekatan holistik seperti ini, anak-anak yang pernah mengalami trauma atau kekerasan akan mendapat ruang aman untuk pulih dan tumbuh.
Mencegah Ketertinggalan yang Sistemik
Selama ini, sistem pendidikan nasional memang telah menyediakan program wajib belajar 12 tahun. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa akses terhadap pendidikan berkualitas masih sangat timpang, terutama bagi mereka yang tidak memiliki dokumen kependudukan, tinggal di wilayah rawan konflik, atau bekerja di sektor informal sejak usia dini.
Sekolah Rakyat dirancang untuk menjawab tantangan-tantangan seperti itu. Dengan sistem boarding (asrama), negara ingin menjamin bahwa anak-anak ini tidak sekadar disekolahkan, tetapi juga dilindungi dan dibina secara intensif, tanpa dibebani kebutuhan biaya atau administratif dari keluarga mereka.
Sekolah Sebagai Rumah Kedua
Berbeda dari sekolah reguler, Sekolah Rakyat akan menempatkan fungsi sekolah sebagai rumah sekaligus ruang rehabilitasi sosial. Setiap anak tidak hanya diajarkan mata pelajaran umum, tetapi juga keterampilan vokasional, kegiatan keagamaan, konseling psikososial, serta pelatihan mandiri seperti menjahit, memasak, dan bertani.
Model ini sangat penting, karena banyak anak dari kelompok rentan tumbuh dalam lingkungan yang penuh tekanan, minim pengasuhan, atau bahkan berbahaya. Sekolah Rakyat memberi mereka kesempatan hidup kedua, tempat untuk merasa aman, dihargai, dan disiapkan untuk masa depan.
Tantangan dan Catatan Kritis
Meski patut diapresiasi, rencana ini juga perlu disikapi dengan sejumlah catatan penting. Pertama, belum ada publikasi resmi mengenai jumlah siswa yang akan ditampung atau wilayah mana saja yang akan menjadi lokasi awal Sekolah Rakyat. Keterbukaan informasi dan sosialisasi yang luas harus menjadi prioritas agar anak-anak yang berhak tidak tertinggal dari informasi.
Kedua, keberhasilan model sekolah seperti ini sangat bergantung pada kualitas tenaga pengajar, pendamping sosial, dan manajemen pengasuhan anak. Pengalaman dari sejumlah panti dan LPKS (Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial) menunjukkan bahwa sistem asrama bisa gagal jika tidak dikelola dengan pendekatan yang empatik, adil, dan profesional.
Ketiga, negara harus memastikan bahwa Sekolah Rakyat tidak menjadi solusi eksklusif, melainkan pelengkap dari sistem pendidikan nasional yang tetap harus diperkuat dan diperluas.
Sekolah yang Menunjukkan Wajah Nurani Negara
Di tengah maraknya sekolah swasta berbiaya tinggi dan ketimpangan pendidikan antar wilayah, rencana hadirnya Sekolah Rakyat di tahun ajaran 2025 ini menjadi harapan. Harapan bahwa negara tidak menutup mata terhadap mereka yang nyaris tak terdengar suaranya: anak-anak dari pinggir kota, lorong-lorong jalan, hingga pelosok terpencil.
Jika kita sepakat bahwa masa depan Indonesia terletak di tangan generasi muda, maka sudah seharusnya kita menyambut kehadiran sekolah ini tidak hanya dengan pujian, tetapi juga dengan dukungan publik, pengawasan masyarakat sipil, dan evaluasi yang transparan.
Sebab keadilan sosial bukan hanya soal memberi bantuan, tetapi tentang hadir secara menyeluruh, tepat sasaran, dan penuh kepedulian.