Di zaman sekarang, produktivitas sering kali dianggap sebagai kunci utama. Banyak di antara kita merasa bangga jika dapat bekerja dari pagi hingga menjelang malam, seolah-olah waktu kerja yang panjang adalah tanda keberhasilan. Budaya kerja keras yang tanpa henti, atau yang dikenal dengan “hustle culture“, menjadi tren, terutama karena media sosial yang memperlihatkan orang-orang yang super sibuk, pertemuan di kafe mewah, bekerja sambil berwisata, dan hanya tidur selama 3 jam setiap malam.Di zaman sekarang, produktivitas sering kali dianggap sebagai kunci utama. Banyak di antara kita merasa bangga jika dapat bekerja dari pagi hingga menjelang malam, seolah-olah waktu kerja yang panjang adalah tanda keberhasilan. Budaya kerja keras yang tanpa henti, atau yang dikenal dengan “hustle culture“, menjadi tren, terutama karena media sosial yang memperlihatkan orang-orang yang super sibuk, pertemuan di kafe mewah, bekerja sambil berwisata, dan hanya tidur selama 3 jam setiap malam.
Namun, apakah kita pernah merenungkan: sampai kapan kita akan terus-menerus berusaha mencapai produktivitas, sementara tubuh dan pikiran kita perlahan-lahan kehabisan energi?
Produktif itu Baik, Tapi…
Produktif jelas baik. Kita jadi merasa bermanfaat, gagasan-gagasan muncul, dan impian secara bertahap menjadi kenyataan. Namun, ketika segala sesuatunya dinilai berdasarkan “seberapa banyak yang kita kerjakan hari ini”, sering kali kita melupakan bahwa beristirahat juga merupakan bagian penting dalam hidup. Ironisnya, orang yang memaksa diri untuk selalu aktif sering kali kehilangan konsentrasi, mudah terserang penyakit, dan akhirnya tidak menjadi produktif sama sekali.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak anak muda mulai menyadari bahwa kelelahan mental itu nyata. Kita merasa kehabisan tenaga secara fisik dan emosional, tetapi tetap memaksa diri untuk bekerja karena takut tertinggal dari orang lain. Padahal, tidak semuanya perlu diselesaikan dalam waktu semalam, kan?
Mulai Normalisasi Istirahat
Istirahat bukan berarti kita malas. Sebenarnya, beristirahat adalah cara untuk menjaga kesehatan fisik dan mental kita agar tetap seimbang. Tidur yang cukup, berjalan di sore hari, atau hanya bersantai sambil menonton film, adalah cara untuk memastikan kita tetap bertenaga untuk aktivitas keesokan harinya.
Bahkan di beberapa negara yang sudah maju, keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi menjadi kunci untuk meraih kebahagiaan. Contohnya, orang-orang di Eropa sangat menghargai waktu untuk berlibur. Kantor ditutup, laptop ditinggalkan, dan mereka lebih memilih untuk menikmati hidup di luar pekerjaan. Mengapa kita tidak bisa mengikuti contoh itu?
Keseimbangan, Bukan Salah Satu!
Budaya kerja dan budaya istirahat seharusnya tidak saling bertentangan. Keduanya saling mendukung. Bekerja keras itu penting, tetapi menyadari waktu untuk beristirahat juga sangat krusial. Terus-menerus beraktivitas tidak lantas menjamin kesuksesan yang lebih besar. Sebaliknya, individu yang paham kapan harus berhenti beristirahat umumnya dapat bekerja dengan lebih baik.
Jika tubuh sudah merasa lelah, tanda yang muncul jelas: berhenti sejenak. Luangkan waktu untuk diri sendiri. Tidak perlu merasa bersalah jika satu hari terasa kurang produktif. Ingatlah, kita adalah manusia, bukan mesin.
Hustle culture memang terlihat menarik, tetapi hidup bukanlah persaingan untuk menjadi yang paling aktif. Jika berbuat banyak membuat kita bahagia, teruskanlah. Jika merasa lelah, ambil napas dalam-dalam, berhenti sejenak, dan nikmati waktu istirahat. Dunia tidak akan hancur hanya karena kita tidur lebih lama atau menunda tugas sehari.
Pada dasarnya, hidup tidak terkait dengan seberapa cepat kita bergerak, tetapi lebih kepada bagaimana kita dapat bertahan dengan pikiran yang tenang dan tubuh yang bugar. Jadi, ayo, mulailah berdamai dengan diri sendiri: kerja iya, tapi juga jangan lupa untuk istirahat!
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”
 
 


























































 
 




