Investasi Danantara K-Pop Perfilman tengah menjadi sorotan publik. Rencana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk mendanai sektor media dan hiburan, termasuk kerja sama dengan Korea Selatan di bidang perfilman dan industri musik K-Pop, menuai pro-kontra di media sosial. Banyak yang menyebut ini peluang belajar dari negeri K-Pop, tapi tak sedikit yang menganggapnya salah prioritas di tengah masih perlunya dukungan pada $ Pendidikan$ dan $ Industri Kreatif$ dalam negeri.
Mengapa Investasi Danantara K-Pop Perfilman Jadi Strategi?
Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir, menjelaskan bahwa investasi ke sektor media dan hiburan bukan sekadar membeli konser atau film asing. Ia menyebut pihaknya tertarik mempelajari bagaimana Korea Selatan berhasil membangun industri hiburan mendunia meski jumlah penduduk yang terbatas.
“Karena di Korea Selatan itu penduduknya walaupun kecil yang bisa bahasa Korea, tapi bisa membuat bahasa Korea menjadi internasional,” ujar Pandu Sjahrir (sumber: $ CNBC Indonesia$ ).
Strateginya bukan hanya menambah portofolio investasi negara, tapi juga membuka peluang transfer pengetahuan—bagaimana membuat budaya lokal menjadi kekuatan ekonomi dan diplomasi.
Kritik dan Pertimbangan untuk Investasi Danantara K-Pop Perfilman
Meski niatnya terdengar strategis, sentimen negatif ramai di media sosial. Banyak warganet bertanya: “Ini untuk apa? Kenapa tidak mendukung perfilman lokal atau musisi Indonesia?”
Ada juga komentar yang menyinggung prioritas: “Lebih baik uangnya dipakai untuk memperbaiki pendidikan, kesehatan, atau sektor lain yang lebih mendesak.”
Kritik semacam ini valid dan perlu didengar. Banyak pelaku industri kreatif dalam negeri selama ini memang masih minim dukungan. Infrastruktur produksi, distribusi film nasional, ekosistem event musik lokal, hingga perlindungan karya masih menjadi PR besar. Namun di sisi lain, rencana investasi ini juga bisa dilihat sebagai langkah untuk membuka kerja sama strategis dan belajar dari ekosistem hiburan Korea Selatan yang sudah terbukti sukses mendunia. Jika dirancang dengan tepat, investasi seperti ini bisa membantu Indonesia meningkatkan kapasitas produksi kreatif, memperluas distribusi ke pasar global, dan mempromosikan budaya lokal.
Yang penting adalah transparansi, partisipasi pelaku lokal, serta komitmen agar manfaat investasi ini benar-benar dirasakan oleh ekosistem kreatif Indonesia.
Bagaimana Membuat Investasi Ini Menguntungkan dan Mengangkat Budaya Indonesia?
Investasi Danantara K-Pop Perfilman sebenarnya bisa sangat relevan, asalkan dirancang untuk memperkuat industri kreatif dalam negeri dan mempromosikan budaya Indonesia ke pasar global.
Banyak yang berkomentar di media sosial, “Kenapa nggak fokus dulu ke perfilman lokal atau angkat budaya sendiri?” Kritik seperti ini wajar, tapi justru bisa menjadi masukan penting untuk merumuskan strategi investasi yang lebih tepat sasaran.
Korea Selatan berhasil mengekspor budayanya lewat K-Pop dan drama bukan dengan meniru budaya lain, tapi dengan mengemas budayanya sendiri menjadi modern dan menarik. Inilah hal yang sebenarnya bisa dipelajari dan diadaptasi di Indonesia.
Bentuk kerja sama yang diharapkan bukan hanya mendatangkan konser K-Pop, tetapi:
Transfer teknologi dan keahlian produksi event kelas dunia.
Co-produksi film Indonesia-Korea untuk distribusi global.
Pelatihan manajemen event dan industri kreatif.
Akses modal untuk sineas dan promotor lokal.
Strategi pemasaran budaya lokal ke audiens internasional.
Jika direncanakan dengan matang, investasi ini berpotensi menjadi motor penggerak $ Ekonomi Kreatif Indonesia$ . Bukan hanya mendatangkan hiburan impor, tetapi juga membuka peluang agar budaya Indonesia semakin dikenal dan diminati di dunia.
Investasi Strategis Perlu Transparansi
Investasi ke sektor hiburan memang bisa membuka jalan memperkuat budaya Indonesia di mata dunia. Tapi publik berhak tahu: Apa rencana jelasnya? Bagaimana dampaknya ke pekerja kreatif lokal? Siapa yang diuntungkan?
Tanpa transparansi, ketakutan publik wajar: jangan sampai duit negara hanya dipakai “menyewa” popularitas artis asing tanpa efek jangka panjang bagi pembangunan industri hiburan lokal.
Harapannya, Danantara tidak hanya meniru Korea Selatan, tapi juga berkomitmen mengangkat budaya Indonesia agar benar-benar mendunia.