Bayangkan ini: kamu mengirim pesan, melihat tanda “terbaca,” lalu menunggu… dan tak kunjung dibalas. Perasaan cemas, tidak tenang, bahkan overthinking pun muncul. Bukan karena pesan penting, tapi karena tidak dibalas. Fenomena ini bukan sekadar drama digital, melainkan gejala ketergantungan pada validasi online yang makin meluas di kalangan generasi muda.
Nomophobia dan Krisis Ketenangan Digital
Di era serba terhubung ini, kehadiran notifikasi menjadi semacam suntikan dopamin yang membuat banyak orang merasa dihargai, diakui, dan diperhatikan. Namun ketika sinyal digital itu tidak muncul, muncul pula kecemasan. Fenomena ini dikenal sebagai nomophobia—takut berlebihan saat jauh dari ponsel atau kehilangan koneksi digital (Bernas, 2024).
Nomophobia bukan sekadar takut tidak update, tapi juga munculnya rasa terisolasi sosial jika tidak terlibat dalam percakapan daring. Ketika balasan pesan menjadi tolok ukur “disukai atau tidak,” maka keheningan digital bisa terasa seperti penolakan personal.
Ketergantungan pada Validasi Online: Gejala Umum Mahasiswa dan Remaja
Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa dan remaja memiliki kecenderungan tinggi mengalami kecemasan sosial yang dipicu oleh interaksi di dunia maya. Dalam studi yang dilakukan oleh Pratiwi (2023), kecemasan meningkat signifikan ketika respon sosial tidak sesuai ekspektasi—seperti tidak mendapatkan likes, komentar, atau balasan pesan yang cepat.
Selain itu, fenomena alexithymia—kesulitan mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi—juga berkaitan erat dengan adiksi internet (Sari, 2021). Ketika seseorang tidak mampu mengelola emosinya secara sehat, ia cenderung mencari pelarian dan validasi di ruang digital.
Media Sosial: Ruang Ekspresi atau Sumber Tekanan?
Media sosial memang memberikan ruang bagi setiap individu untuk mengekspresikan diri, namun juga menciptakan tekanan sosial baru yang tidak kalah berat. Kita dituntut untuk selalu tampil menarik, aktif, dan “on point”. Tekanan semacam ini membuat banyak orang merasa harus selalu terhubung agar tidak tertinggal atau dilupakan.
Menurut Heather (2023), tekanan sosial digital menciptakan beban emosional yang sering kali tidak disadari. Perasaan takut tidak dianggap, ditinggalkan, atau tidak cukup menarik—semuanya bisa dipicu hanya dari read but no reply. Hal ini tentu tidak sehat untuk keseimbangan mental, apalagi jika terjadi terus-menerus.
Keseimbangan Digital: Urgensi Membangun Kesehatan Emosional
Kita tidak bisa serta-merta menyalahkan teknologi. Namun, penting bagi setiap individu untuk menyadari batasan diri dan membangun ketahanan emosional di tengah dunia yang serba instan ini. Validasi tidak harus selalu datang dari luar. Mengenal diri, membangun harga diri yang sehat, serta menjalin komunikasi nyata di luar layar adalah langkah penting untuk menjaga keseimbangan mental.
Kesimpulan
Ketika balasan pesan menjadi sumber ketenangan, dan keheningan notifikasi memicu kecemasan, maka sudah waktunya kita merefleksikan kembali hubungan kita dengan dunia digital. Validasi adalah kebutuhan manusiawi, tapi jika sepenuhnya tergantung pada ruang maya, kita akan mudah runtuh oleh hal-hal kecil. Karena sejatinya, kesehatan mental bukan dibentuk oleh balasan cepat, tapi oleh penerimaan diri yang utuh—baik online maupun offline.
Penulis: Enjelin Amanda Dewi
Sumber gambar: canva.com
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”









































































