Harga emas seperti Antam yang di produksi perusahaan tambang emas terus menunjukkan tren kenaikan signifikan di tengah tekanan ekonomi global yang belum mereda. Per 13 Juni 2025, harga emas Antam tercatat mencapai Rp1.960.000 per gram, angka tertinggi sejak 8 Mei tahun ini.
Lonjakan harga ini tidak hanya disebabkan oleh faktor teknikal di pasar, tetapi juga mencerminkan ketidakpastian global yang terus membayangi. Konflik geopolitik di Timur Tengah, kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi dunia, serta fluktuasi nilai tukar menjadi pemicu meningkatnya banyak permintaan terhadap emas Antam sebagai perlindungan aset.
Dalam kondisi pasar yang volatil dan penuh kekhawatiran, emas kembali menjadi pilihan utama investor. Logam mulia ini dianggap mampu mempertahankan nilai dan memberikan perlindungan terhadap ketidakstabilan ekonomi.
Inflasi Perhiasan Melonjak
Di balik manfaat kenaikan harga emas bagi investor dan produsen, terdapat konsekuensi yang tidak bisa diabaikan. Salah satunya adalah lonjakan inflasi pada komoditas emas perhiasan.
BPS (badan pusat statistik) jadi lembaga pemerintah yang melakukan pengolahan data statistik mencatat bahwa inflasi emas perhiasan pada April 2025 mencapai 10,52 persen secara tahunan (year on year), tertinggi dalam lima tahun terakhir. Inflasi ini turut berkontribusi terhadap inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,17 persen pada bulan yang sama.
Kenaikan harga emas berdampak langsung terhadap konsumsi masyarakat, terutama pada produk-produk berbasis emas seperti perhiasan. Pelaku usaha ritel emas, khususnya UMKM, mulai merasakan tekanan.
“Permintaan menurun cukup drastis sejak awal tahun karena harga emas terus naik. Konsumen menunda pembelian, bahkan beberapa justru menjual kembali emas yang mereka miliki,” ujar Rahmawati, pemilik toko perhiasan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Refleksi Kegelisahan Pasar
Fenomena ini mencerminkan paradoks dalam perekonomian. Di satu sisi, lonjakan harga emas menandakan kekhawatiran investor terhadap kondisi global. Namun di sisi lain, harga yang terlalu tinggi justru memberikan tekanan tambahan pada konsumsi domestik dan memperburuk laju inflasi.
“Inflasi bukan hanya soal naiknya harga kebutuhan pokok, tetapi juga kenaikan harga aset investasi seperti emas,” kata Dimas Radityo, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia.
“Harga emas yang terlalu tinggi justru bisa menggerus daya beli masyarakat yang menggantungkan diri pada emas sebagai tabungan.” Menurutnya, fenomena ini menegaskan pentingnya diversifikasi aset serta perlunya peningkatan literasi keuangan di tengah masyarakat.
Pandangan Pribadi
Saya melihat fenomena ini sebagai gambaran yang bertentangan atau paradoksal dalam ekonomi saat ini. Di satu sisi, harga emas yang melonjak merupakan refleksi dari ketidakpastian dan keresahan pasar global. Investor mencari tempat berlindung yang aman untuk mengamankan aset mereka.
Namun, di sisi lain, kenaikan harga emas menimbulkan beban inflasi yang nyata bagi masyarakat luas, khususnya mereka yang selama ini mengandalkan emas sebagai bentuk investasi atau tabungan. Hal ini memberikan pemahaman bahwa inflasi tidak hanya menyangkut kenaikan harga kebutuhan pokok, tetapi juga mencakup kenaikan harga aset investasi yang selama ini dianggap stabil dan aman.
Oleh karena itu, pemerintah dan pelaku ekonomi perlu lebih cermat memperhatikan dinamika ini. Kebijakan yang diterapkan harus mampu menjaga stabilitas harga tanpa mengorbankan daya beli masyarakat.
Peran Pemerintah dan Literasi Publik
Menanggapi kondisi ini, pemerintah didorong untuk mengoptimalkan instrumen fiskal dan moneter guna meredam dampak inflasi. Keseimbangan antara stabilitas harga dan daya beli masyarakat harus menjadi fokus utama kebijakan ekonomi.
Di saat yang sama, edukasi publik mengenai investasi dan manajemen keuangan pribadi menjadi hal yang sangat penting. Kemudahan akses informasi melalui internet perlu dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap dinamika pasar emas dan risiko yang menyertainya.
“Banyak masyarakat membeli emas karena ikut tren atau takut ketinggalan, tanpa memahami risikonya. Padahal, harga emas juga bisa turun dalam jangka pendek,” ujar Hana Ayu, analis pasar komoditas.
Kesimpulan
Kenaikan harga emas di pasar domestik bukan sekadar persoalan nilai nominal, tetapi mencerminkan gejolak dan ketidakpastian yang melanda ekonomi global. Di tengah situasi ini, sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi tantangan dengan kebijakan yang bijak, edukasi yang tepat, serta strategi ekonomi yang adaptif. Sejatinya, emas memang merupakan pelindung nilai di tengah ketidakpastian. Namun jika lonjakannya tak terkendali, ia bisa berubah menjadi beban baru bagi perekonomian nasional.