Lamongan sedang tumbuh. Mobilitas warganya meningkat dari tahun ke tahun, aktivitas ekonomi kian ramai, dan pusat keramaian baru terus muncul. Namun, di balik geliat itu, ada persoalan besar yang semakin sulit disembunyikan: ketidaksiapan Pemerintah Kabupaten Lamongan dalam menata kota secara menyeluruh. Dari infrastruktur yang tidak sebanding dengan kebutuhan, fasilitas publik yang tak kunjung memadai, hingga penataan kota yang semrawut, semua menunjukkan bahwa percepatan mobilitas tidak diimbangi dengan manajemen ruang kota yang visioner.
Jalan Kota yang Padat, Infrastruktur Tak Mengimbangi
Arus kendaraan di pusat kota Lamongan meningkat tajam terutama pada akhir pekan. Tetapi kapasitas jalan dan pola rekayasa lalu lintas tak banyak berubah. Titik-titik keramaian seperti kawasan alun-alun, Pasar Baru, dan ruas Jalan Basuki Rahmat kini menjadi simpul kemacetan yang semakin sering terjadi, terutama diakhir pekan ketika pedagang kaki lima memenuhi bahu jalan tanpa pengaturan yang jelas.
Beberapa ruas jalan bahkan tidak hanya berfungsi sebagai akses kendaraan, tetapi juga menjadi tempat parkir informal, tempat berjualan, hingga tempat menaruh meja dan kursi kuliner. Semua ini mempersempit ruang gerak masyarakat yang sekadar ingin melintas dengan aman.
Fasilitas Publik Masih Minim, Penataan Tak Konsisten
Pemkab Lamongan sebenarnya pernah mengusung gagasan penataan pedagang yang lebih rapi. Sentra Kuliner Andansari adalah salah satu proyek relokasi yang dicanangkan untuk menertibkan kompleks alun-alun yang kala itu penuh pedagang. Para pedagang diberi harapan bahwa perpindahan itu akan menjadi solusi permanen agar bahu jalan tidak lagi dijadikan tempat berjualan seperti sebelumnya.
Seorang penghuni Sentra Kuliner Andansari—yang dulunya merupakan pedagang di kawasan alun-alun—mengungkapkan kekecewaannya:
“Dulu kami dipindahkan ke Andansari dengan janji bahwa pedagang tidak akan dibiarkan lagi berjualan di bahu jalan seperti dulu. Kami ikut aturan, pindah ke tempat yang sudah disediakan. Tapi nyatanya sekarang malah banyak pedagang baru yang dibiarkan bebas berjualan di sekitar alun-alun dan pasar. Jadi terasa seperti janji tinggal janji.”
Kutipan tersebut mewakili keresahan banyak pedagang yang sudah taat aturan namun merasa tidak diperlakukan adil. Ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan kebijakan membuat penataan kota tidak berjalan konsisten.
Kembali Semrawut: Alun-Alun, Pasar Baru, dan Jalan Basuki Rahmat
Kini, kawasan yang dulu ingin ditata justru kembali seperti semula—bahkan lebih ramai dan tak beraturan. Bahu jalan di sekitar alun-alun kembali dipenuhi pedagang, area Pasar Baru semakin padat, dan Jalan Basuki Rahmat terlihat semrawut menjelang sore hingga malam. Pada akhir pekan, situasinya kian parah. Kemacetan panjang menjadi pemandangan yang diterima begitu saja oleh warga.
Yang paling disayangkan, kondisi ini bukanlah fenomena mendadak. Ini adalah tanda bahwa pemerintah belum memiliki skema pengelolaan ruang kota yang komprehensif—baik dalam penetapan zona usaha, pengaturan PKL, maupun desain mobilitas urban yang adaptif.
Pertumbuhan Tanpa Perencanaan Adalah Beban
Lamongan berada di fase penting: tumbuh cepat, tetapi belum siap. Tanpa perencanaan yang tegas, adil, dan berkelanjutan, kota ini berpotensi terus terjebak dalam siklus masalah yang sama—penataan yang tidak konsisten, kebijakan yang setengah hati, dan beban infrastruktur yang semakin berat.
Masyarakat sebenarnya tidak menuntut sesuatu yang muluk. Mereka hanya ingin ketertiban yang adil dan kota yang nyaman untuk semua, bukan hanya bagi sebagian orang saja. Pemkab Lamongan sudah saatnya memperbarui strategi penataan kota, menegakkan aturan dengan konsisten, dan memastikan bahwa setiap keputusan tidak hanya indah di atas kertas, tetapi terealisasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”







































































