Siaran Berita.com— Dalam rangka memperingati Hari Wayang Nasional yang dilaksanakan setiap tanggal 7 November, seorang dalang muda asal Kabupaten Jombang, Ki Nuriyanto, melakukan sebuah aksi budaya yang unik dan penuh makna, yakni mendalang di atas gunung. Bukan sekadar di puncak biasa, pertunjukan tersebut dilangsungkan di dalam Goa kawasan situs Candi Kendalisada, sebuah lokasi sakral di kawasan Gunung Bekel, Penanggungan, Jawa Timur.
Dengan semangat November sebagai peringatan bulannya wayang, Ki Nuriyanto yang memiliki nama lahir Fani Dwi Nuriyanto tersebut melakukan pendakian seorang diri pada Sabtu, 1 November 2025. Nuriyanto memulai perjalanannya dari Pos Pendakian Petirtan Jolotundo Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Ia menempuh jalur sisi utara Gunung Bekel yang dikenal ekstrem dan jarang dilewati pendaki. Jalur tersebut memiliki kemiringan terjal hampir tegak, yang dalam istilah Jawa disebut ondo rante.
Membawa seperangkat alat pentas wayang kulit di punggungnya, perjalanan ini menjadi ujian fisik dan spiritual tersendiri bagi dalang muda tersebut. “Saya ingin merasakan langsung bagaimana para tokoh wayang seperti Arjuna, Werkudara, atau Rama yang dalam kisah pewayangan sering melakukan perjalanan spiritual, menapaki hutan rimba dan gunung tinggi dalam kisah mereka. Mendalang di Kendalisada adalah cara saya nrajang ri bebondotan, melintasi kesunyian dan alam seperti mereka,” ujar Ki Nuriyanto.

Sesampainya di situs candi Kendalisada, ia menyiapkan pagelaran sederhana di bawah bebatuan goa. Di sanalah ia menggelar pertunjukan wayang bertema “Alam Jati Diri ”, yang menggambarkan persatuan manusia dengan alam dan semesta. Tidak ada penonton langsung selain alam dan suara serangga serta kicauan burung, namun Ki Nuriyanto menganggap itulah esensi sejati dari pergelaran: nguri-uri budaya tanpa pamrih, dengan tulus dan khusyuk.
Momen ini bukan sekadar pertunjukan simbolik, tetapi juga refleksi mendalam atas akar tradisi wayang sebagai warisan luhur bangsa. Menurut Ki Nuriyanto, perjalanan dan pertunjukan di Kendalisada menjadi bukti bahwa karya sastra dan kisah pewayangan bukanlah sekadar mitos atau khayalan, melainkan berangkat dari pengalaman empiris dan kondisi alam yang nyata.

“Para leluhur kita luar biasa. Mereka menggambarkan perjalanan tokoh wayang dengan detail yang sesuai dengan alam dan geografi nyata. Padahal waktu itu dunia belum mengenal teknologi seperti sekarang,” ujarnya.
Aksi mendalang di ketinggian ini menjadi pengingat bahwa wayang bukan hanya tontonan, melainkan tuntunan dan laku hidup. Di tengah kemajuan zaman, masih ada generasi muda yang berani menapak jejak leluhur dengan cara yang otentik dan mendalam.
Dengan penuh semangat dan doa, Ki Nuriyanto membuktikan bahwa seni wayang masih hidup bahkan di angkasa, di antara kabut dan batu-batu purba Gunung Bekel. Selamat hari wayang, wayangku-Jiwaku.
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”






































































