Pontianak – Di tengah era digital yang serba cepat dan individualistik, di mana mahasiswa lebih banyak bercengkerama dengan layar ponsel ketimbang buku-buku tebal dan ceramah keilmuan, muncul sebuah kerinduan baru akan dakwah yang menyentuh namun tidak menggurui. Ceramah yang menghibur namun tetap sarat makna. Diskusi yang menggugah namun tak membuat pendengarnya merasa terhakimi. Di tengah suasana itulah LDK Assalam IAIN Pontianak menunjukkan eksistensinya sebagai corong dakwah kampus yang progresif, lembut, dan membumi.
Sabtu malam, 4 Juli 2025, menjadi malam yang tak biasa. Google Meet yang biasanya digunakan untuk rapat organisasi atau kelas daring, malam itu disulap menjadi ruang kajian virtual yang penuh gelak tawa, semangat ukhuwah, dan tentunya aliran ilmu yang deras. LDK Assalam menghadirkan sosok istimewa, Ustaz Ahmad Rifai, seorang da’i muda yang dikenal sebagai Dai Mitra Polri sekaligus motivator Islam yang tidak hanya lantang dalam berbicara, tapi juga dalam menyemangati jiwa-jiwa muda agar bangkit dan bergerak.
Sesi dibuka dengan penuh semangat, dan tentu saja dengan canda khas mahasiswa. Pantun lucu semacam “Ibu Sonya beli tomat, jangan lupa bilang cakep ya!” atau kalimat satir seperti “Yang jawab salamnya kurang semangat, saya laporin ke Pak Dedi!” menjadi pembuka yang bukan hanya membuat tawa pecah, tetapi juga membuka hati. Dari sini saja kita bisa membaca karakter dakwah yang ditawarkan: ringan, dekat, dan sangat manusiawi.
Namun, jangan salah. Di balik setiap canda, terselip pesan. Ketika Ustaz Ahmad Rifai mengajak peserta menjawab salam dengan suara menggema sampai atap, itu adalah simbol pentingnya menghidupkan semangat dakwah, bukan sekadar ritualitas. Ketika peserta diajak menuliskan cita-cita mereka dan menempelnya di dinding, itu adalah latihan sederhana namun berdampak: menghidupkan kembali optimisme, menyalakan bara harapan yang mungkin mulai padam.
Lebih dari itu, Ustaz Rifai menyadarkan bahwa dakwah bukan hanya soal mengajak orang lain berubah, tetapi mengajak diri sendiri untuk tetap istiqamah. Bahwa tantangan terbesar bukan di luar, melainkan di dalam diri. Ketika seseorang merasa hatinya mati, dan masih mau hadir di majelis ilmu, itu sudah tanda bahwa Allah masih sayang. Bahwa hati masih bisa dihidupkan. Dan yang terpenting: semua orang layak diberi kesempatan kedua.
Diskusi pun mengalir begitu dalam. Seorang peserta bertanya: “Kenapa menjaga niat itu lebih sulit daripada memulai amal?” Ustaz Rifai menjawab dengan gaya khasnya, santai namun berisi. Setan, katanya, tidak pernah lelah menyesatkan. Ketika seseorang sudah berhasil beramal, maka yang diserang adalah niatnya. Maka menjaga niat adalah perjuangan seumur hidup. Di sinilah kita belajar bahwa amal tidak cukup tanpa niat, dan niat tidak cukup tanpa keistiqamahan.
Kajian ini juga memperlihatkan bahwa platform digital tidak menghalangi ruh dakwah. Justru lewat teknologi, LDK Assalam berhasil menjangkau lebih banyak mahasiswa yang mungkin sebelumnya enggan hadir di masjid. Google Meet malam itu bukan sekadar layar, melainkan jembatan antara hati-hati yang merindukan kebaikan.
Bukan hanya kajian, acara ini juga menyentuh sisi emosional peserta dengan sesi muhasabah. Ustaz Rifai mengajak peserta memegang dada dan bertanya pada diri sendiri: “Sudahkah aku menjadi pribadi yang lebih baik hari ini?” Momen ini menjadi sangat reflektif, karena banyak mahasiswa yang hidup di tengah tekanan akademik, permasalahan pribadi, bahkan kehilangan arah. Maka pertanyaan sederhana ini menjadi alarm spiritual yang membangunkan nurani.
Lucunya, meski berformat daring, acara ini tetap hidup. Moderator yang interaktif, MC yang energik, dan peserta yang antusias membuat suasana benar-benar seperti berada dalam satu ruangan fisik. Ketika Ustaz menyebut “Saya beli jubah, celana cutbray. Love you, dadah!” semua tertawa. Tapi saat beliau bicara tentang semangat menuntut ilmu, menjaga akhlak, dan menghargai waktu muda, semua kembali diam merenung dan mencatat dalam hati.
Satu hal yang patut diapresiasi dari acara ini adalah kesadaran LDK Assalam akan pentingnya konteks dan pendekatan. Mereka tidak terjebak dalam romantisme masa lalu dakwah yang formal dan kaku, tetapi berani mendobrak dengan metode yang lebih dialogis dan kekinian. Mereka mengerti bahwa mahasiswa hari ini ingin dakwah yang tidak hanya benar secara substansi, tetapi juga menarik secara penyampaian.
Lalu, mengapa semua ini penting?
Karena kampus adalah tempat lahirnya pemimpin. Mahasiswa adalah calon tulang punggung bangsa. Jika sejak awal mereka dijejali dakwah yang menakutkan, maka mereka akan menjauh. Tapi jika dakwah datang dengan senyum, tawa, dan ilmu yang mendalam, mereka akan datang bukan karena terpaksa, tapi karena cinta.
LDK Assalam, melalui kajian ini, telah memberikan gambaran bagaimana seharusnya dakwah mahasiswa hari ini berjalan: progresif, ramah, dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman. Mereka bukan hanya menyuarakan kebaikan, tetapi juga menjadi wadah bagi mahasiswa untuk belajar mencintai agama dengan cara yang menyenangkan.
Dalam banyak hal, kajian ini bisa menjadi model untuk lembaga dakwah kampus lainnya. Bahwa tidak mengapa untuk bercanda, asal tidak melampaui batas. Bahwa tidak salah membuat kajian terasa ringan, asal isinya tetap dalam. Bahwa tidak haram tertawa dalam dakwah, asal tujuannya mendekatkan, bukan menjauhkan.
Kajian dakwah dapat menjadi sarana pembinaan spiritual yang efektif bila disampaikan dengan pendekatan yang lembut, jenaka, dan akrab dengan realitas mahasiswa. Materi yang padat makna akan lebih mudah diterima saat dikemas dengan nuansa ringan namun bernas. Sentuhan humor yang tidak berlebihan mampu mencairkan suasana, membuka ruang hati, dan menumbuhkan kesadaran dari dalam.
Peserta belajar bahwa menjaga niat dalam beramal merupakan perjuangan yang lebih berat dari sekadar memulai, sebab godaan terbesar datang saat kita sedang berjalan, bukan saat kita mulai. Hati yang mati pun dapat dihidupkan kembali melalui lima obat hati yang sederhana namun dalam: Al-Qur’an, salat malam, berkumpul dengan orang saleh, puasa sunah, dan zikir malam.
Ustaz Ahmad Rifai mengajarkan pentingnya membumikan mimpi dan melangitkan doa. Bahwa setiap mahasiswa, dengan segala keterbatasannya, memiliki potensi untuk menjadi besar selama tidak pernah menyerah pada keadaan. Dakwah yang merangkul, bukan menghakimi; yang mengajak dengan cinta, bukan ketakutan; akan jauh lebih membekas di hati generasi muda kampus.
Kehadiran LDK Assalam sebagai penggerak dakwah kampus adalah wujud nyata bahwa Islam tetap relevan, bahkan semakin dibutuhkan, di tengah kompleksitas kehidupan mahasiswa. Lewat kajian ini, terbukti bahwa dakwah tidak pernah mati—ia hanya butuh ruang yang hangat dan manusiawi untuk kembali hidup.
Muhammad Al Fatta Al Farisi
Menghidupkan Dakwah, Menghidupkan Jiwa