Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Mental Gen Z Pendahuluan Di era digital yang serba cepat, generasi Z hidup dalam aliran informasi yang terus menerus. Media sosial menghadirkan tren, pencapaian, hingga aktivitas yang dapat membuat seseorang merasa tertinggal jika tidak ikut serta. Kondisi ini memunculkan fenomena FOMO (Fear of Missing Out) — rasa takut tertinggal dari momen atau informasi penting. Fenomena ini semakin kuat dialami Gen Z yang hidup berdampingan dengan teknologi digital. Tanpa disadari, FOMO berpotensi memicu stres, kecemasan, serta menurunnya kepercayaan diri. Definisi dan Ciri-ciri FOMO Menurut Andrew K. Przybylski (2013), FOMO adalah “perasaan cemas yang muncul ketika seseorang merasa tertinggal dari pengalaman yang dialami orang lain.” Ciri-ciri FOMO antara lain:
- Terus menerus mengecek media sosial
- Merasa bersalah jika tidak aktif online
- Membandingkan diri dengan pencapaian orang lain
- Membentuk identitas berdasarkan respons digital (like, share, follower)
Faktor Penyebab FOMO pada Gen Z
- Tekanan Media Sosial Media sosial menjadi ruang kompetisi popularitas. Banyak anak muda merasa harus selalu tampil produktif dan bahagia.
- Budaya Informasi Cepat Informasi yang berubah setiap detik membuat Gen Z merasa harus selalu mengikuti tren
- Kebutuhan Validasi Nilai diri sering dihubungkan dengan interaksi digital seperti like, komentar, dan viewers.
Dampak FOMO terhadap Kesehatan Mental FOMO dapat memengaruhi kesehatan mental, antara lain:
- Kecemasan sosial dan rendah diri akibat membandingkan diri
- Gangguan tidur karena kebiasaan terus mengecek ponsel
- Kelelahan mental dan burnout
- Kecanduan digital
Penelitian Abel et al. (2016) menunjukkan bahwa tingkat FOMO tinggi berkaitan erat dengan kecemasan dan stres. Hasil Wawancara (Temuan Utama) Berdasarkan hasil wawancara dengan konten kreator dan aktivis digital muda, terdapat beberapa poin penting:
- FOMO pada Gen Z sering muncul karena dorongan untuk terlihat up to date di media sosial.
- Tekanan digital bukan hanya berasal dari orang lain, tetapi juga dari ekspektasi diri sendiri untuk terlihat sukses.
- Banyak anak muda mengalami kelelahan mental dan penurunan percaya diri akibat perbandingan sosial digital.
Mengatasi FOMO dapat dilakukan melalui:
- Digital detox berkala
- Tidak menjadikan like & followers sebagai tolok ukur diri
- Fokus pada kegiatan dunia nyata
FOMO dapat menjadi positif jika dijadikan motivasi untuk berkembang, bukan untuk bersaing secara berlebihan. Strategi Mengatasi FOMO Beberapa langkah untuk mengurangi FOMO:
- Digital Detox Membatasi waktu bermain media sosial.
- Mindfulness Sadar bahwa media sosial hanya menampilkan momen terbaik, bukan realita penuh.
- Bangun Interaksi Nyata Prioritaskan hubungan offline.
- Syukur dan Penerimaan Diri Dalam ajaran Islam, nilai qana’ah dan syukur membantu seseorang menerima keadaan diri dengan tenang.
Kesimpulan
FOMO merupakan fenomena besar yang memengaruhi Gen Z. Media sosial memberikan manfaat besar, tetapi juga menciptakan tekanan psikologis. Kesadaran diri, pengendalian digital, serta dukungan sosial dan spiritual menjadi kunci untuk mengatasi FOMO. Dengan pendekatan yang tepat, FOMO bukan hanya dapat dikendalikan, tetapi juga diarahkan menjadi motivasi positif untuk berkembang.
Nama : Wasnita Waruwu Kelas : KPI – D
Syarat dan Ketentuan Penulisan di Siaran-Berita.com :
Setiap penulis setuju untuk bertanggung jawab atas berita, artikel, opini atau tulisan apa pun yang mereka publikasikan di siaran-berita.com dan klaim apa pun yang timbul dari publikasi tersebut, termasuk, namun tidak terbatas pada, klaim pencemaran nama baik, pelanggaran privasi, pelanggaran hak cipta, merek dagang, nama dagang atau pelanggaran paten, berita palsu, atau klaim lain apa pun yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum atau kontrak, atau berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia
Selain itu, setiap penulis setuju, untuk membebaskan siaran-berita.com dari semua klaim (baik yang sah maupun tidak sah), tuntutan hukum, putusan, kewajiban, ganti rugi, kerugian, biaya, dan pengeluaran apa pun (termasuk penilaian biaya pengacara yang wajar) yang timbul dari atau disebabkan oleh publikasi berita apa pun yang dipublikasikan oleh penulis.”








































































