Pertengahan tahun 2025 ini, gelagat ekonomi belum menunjukkan yang cahaya terangnya. Tragedi kericuhan para pencari kerja di Bekasi yang menjadi sorotan media asing. Belum tuntas, tiba-tiba kita mendengar berita pabrik rokok Gudang Garam yang terancam bangkrut.
Di tengah tekanan ekonomi global dan kompetisi pasar yang semakin ketat, saya meyakini bahwa UMKM Indonesia memiliki satu peluang besar yang tidak boleh disia-siakan: e-commerce.
Sebagai seorang praktisi e-commerce yang telah mendampingi berbagai pelaku UMKM lebih dari 7 tahun, saya menyaksikan sendiri bagaimana teknologi digital—khususnya platform marketplace dan media sosial—mengubah nasib banyak pengusaha kecil. Mereka yang dulunya hanya menjual dari rumah atau pasar lokal, kini bisa menerima pesanan dari seluruh Indonesia, bahkan luar negeri.
E-Commerce Itu Bukan Soal Canggih, Tapi Soal Siap
Banyak yang mengira masuk ke e-commerce itu harus canggih, harus punya skill digital tinggi, atau modal besar. Padahal yang paling dibutuhkan adalah kemauan untuk belajar dan konsistensi dalam menjalankan usaha secara digital.
Saya sering menyampaikan dalam berbagai pelatihan bahwa e-commerce adalah media pemasaran paling efisien dan fleksibel untuk UMKM saat ini. Dengan membuat akun di Shopee, Tokopedia, atau TikTok Shop, pelaku usaha bisa langsung menawarkan produk mereka 24 jam sehari tanpa harus menyewa toko fisik. Cukup bermodalkan HP dan paket data.
Namun, saya juga tidak menutup mata bahwa tantangannya nyata: banyak yang bingung cara optimasi toko, tidak tahu cara foto produk yang menarik, atau sekadar takut memulai. Di sinilah pentingnya pendampingan, pelatihan, dan komunitas yang suportif.
Sebenarnya untuk masyarakat provinsi DIY, seharusnya permasalahan gaptek (gagap teknologi) bukan lagi menjadi persoalan. Provinsi yang dijuluki sebagai kota pelajar ini memiliki sekian banyak instrumen yang dapat dimanfaatkan masyarakat.
Sebut saja PLUT Dinas Koperasi & UKM DIY yang setiap hari dapat dikunjungi untuk sekedar berkonsultasi Bersama para konsultan dan pendamping. Dan tentunya semua layanan ini gratis.
Peluang yang Terbuka Lebar
Selama sekian tahun mendampingi UMKM, saya menyimpulkan bahwa pasar digital itu demokratis. Produk dari dusun terpencil pun bisa jadi bestseller jika dikemas dengan baik dan dipasarkan secara tepat. Di marketplace, yang paling baik dan kreatif biasanya menang.
Yang lebih menarik, pasar online tidak hanya soal transaksi, tapi juga soal membangun citra positif. Kualitas produk dan layanan konsumen itu investasi. Dan hal inilah yang menjamin sebuah usaha bisa bermumur Panjang. Saya sendiri mengembangkan brand WIRAKU dengan rating toko 4.9, produsen kain noren Jepang kini bisa menjangkau pecinta budaya Jepang dari berbagai kota besar lewat e-commerce.
Untuk Anda yang mencari produsen kain noren untuk keperluan dekorasi resto, booth, ruko bisa cek di: Shopee, Tokopedia, tiktok
Apa yang Harus Dilakukan UMKM Sekarang?
Saya ingin menyampaikan pesan kepada seluruh pelaku UMKM: jangan takut digitalisasi. Mulailah dari yang sederhana—buat akun toko, upload produk, belajar dari toko lain, dan pelajari data penjualan. Yakinlah setiap produk yang diciptakan pasti ada pembelinya.
Memiliki akun toko di marketplace juga sebenarnya ikhtiar kita untuk menciptakan “keranjang” untuk menamung rejeki yang akan diberikan Allah SWT. Saya selalu mengatakan joke “jangan bikin malaikat bingung mau nitipin rejeki dimana”, karena Tuhan memberikan rezekinya melalui upaya kita.
Bergabunglah juga dengan komunitas e-commerce, pelatihan dari pemerintah, atau program-program inkubasi bisnis. UMKM yang bertumbuh hari ini bukan yang paling pintar, tapi yang paling cepat belajar dan cepat beradaptasi.
Penutup
Di masa depan, saya percaya pelaku UMKM yang mampu memanfaatkan e-commerce secara maksimal akan menjadi pilar penting perekonomian Indonesia. Mari jadikan marketplace bukan hanya tempat jualan, tapi juga ruang pertumbuhan dan pemberdayaan.
Opini oleh Wira Sutirta – Praktisi E-Commerce dari Yogyakarta