Sebagai mahasiswa yang mendalami ilmu Biologi, saya percaya bahwa pendidikan yang paling mengakar adalah pendidikan yang berangkat dari kehidupan nyata masyarakat. Itulah sebabnya saya sangat mengapresiasi modul ajar yang disusun oleh Ibu Laura Gracelia br Tarigan, S.Pd dari SMA Negeri 1. Modul ini membahas topik pembelahan sel dan pewarisan sifat, namun tidak dengan cara biasa. Ia mengaitkan konsep ilmiah tersebut dengan praktik tradisional masyarakat Karo: penggunaan minyak Karo untuk mempercepat regenerasi sel dalam pengobatan.
Ini adalah bukti bahwa pembelajaran Biologi tidak harus asing dan rumit. Ia bisa dimulai dari hal yang dekat dengan keseharian siswa. Dengan memasukkan unsur etnopedagogi, modul ini membangun jembatan antara sains dan budaya. Minyak Karo—yang biasanya dianggap sebagai bagian dari warisan leluhur—dihadirkan sebagai contoh nyata dalam memahami proses biologis regenerasi sel, mitosis, dan kesehatan.
Modul ini juga menerapkan pendekatan Discovery Learning, yang mendorong siswa untuk aktif menemukan konsep melalui diskusi, video pembelajaran, dan literasi digital. Siswa bukan hanya mendengar penjelasan guru, tetapi juga mencari, menyimpulkan, dan mempresentasikan hasil temuannya secara kolaboratif. Ini adalah keterampilan yang sangat penting di abad ke-21: berpikir kritis, kerja tim, dan kemampuan literasi digital.
Menurut saya, pendekatan ini sangat penting untuk dikembangkan lebih luas di sekolah-sekolah Indonesia. Tidak hanya karena membuat pembelajaran lebih kontekstual dan menyenangkan, tapi juga karena dapat memperkuat identitas budaya siswa. Ilmu pengetahuan tidak seharusnya menghapus budaya lokal, justru harus tumbuh bersama dengan tradisi dan kearifan yang sudah ada.
Bagi generasi muda, termasuk saya sendiri, pendekatan ini mengajarkan dua hal penting sekaligus: berpikir ilmiah dan mencintai budaya sendiri. Kita tidak harus menjadi orang luar negeri untuk menjadi ilmuwan. Kita bisa menjadi ilmuwan yang berangkat dari minyak tradisional, jamu, atau pijat warisan nenek moyang.
Saya berharap ke depan, semakin banyak guru dan lembaga pendidikan yang berani keluar dari pola lama dan mengangkat budaya lokal dalam proses pembelajaran. Karena hanya dengan cara itu, ilmu tidak sekadar jadi hafalan, tapi jadi kekuatan hidup.
Oleh: Laura Gracelia br Tarigan
Mahasiswa Pendidikan Biologi, Universitas Lancang Kuning